Bisnis.com, JAKARTA — Emiten BUMN karya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) melaporkan telah membayar kewajiban kupon untuk Obligasi dan Sukuk Mudharabah senilai Rp46,5 miliar. Adapun PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo sebelumnya menurunkan peringkat utang WIKA dengan outlook negative.
Corporate Secretary WIKA Mahendra Vijaya mengatakan emiten konstruksi plat merah tersebut masih mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam pembayaran utang. Adapun WIKA telah membayar kewajiban kupon untuk Obligasi dan Sukuk Mudharabah II tahap II Tahun 2022.
“Sampai dengan saat ini WIKA masih mampu memenuhi kewajibannya, terakhir WIKA masih membayarkan kewajiban kupon untuk Obligasi dan Sukuk Mudharabah II tahap II Tahun 2022 pada 16 Mei 2023 dengan nilai Rp46,5 miliar,” ujar Mahendra dalam keterangan tertulis dikutip Selasa (6/6/2023).
WIKA menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A senilai Rp593,95 miliar yang jatuh tempo pada 18 Februari 2025. Utang ini memiliki bunga 6,5 persen.
Berikutnya, terdapat Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri B senilai Rp730,9 miliar dengan bunga 7,75 persen yang akan jatuh tempo pada 18 Februari 2029.
Selanjutnya, ada Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri C yang bernilai Rp425,15 miliar dengan bunga 8,30 persen dan jatuh tempo 18 Februari 2027.
Baca Juga
Sebagai informasi, Pefindo menurunkan peringkat sejumlah utang obligasi dan sukuk mudharabah. Pefindo juga merevisi outlook dari stabil menjadi negatif untuk utang WIKA.
Pefindo menurunkan peringkat Obligasi Berkelanjutan (SR) I, II, III, dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I, II, III dari idA menjadi idBBB.
Pefindo menyebut turunnya peringkat utang WIKA tersebut mencerminkan profil keuangan yang lemah. Hal ini disebabkan oleh struktur permodalan yang sangat agresif dan likuiditas yang lemah untuk memenuhi kewajiban utang jangka pendek yang akan jatuh tempo.
Adapun pernyataan Pefindo tersebut dibenarkan oleh Mahendra. Dia menyebut struktur permodalan yang agresif dan likuiditas yang kurang kuat disebabkan oleh siklus kas operasi WIKA yang semakin panjang ditambah tingginya belanja modal dari investasi.
Lebih lanjut, dia mengatakan peringkat idBBB dengan outlook negatif yang masih masuk dalam investment grade juga mencerminkan posisi pasar WIKA yang kuat pada industri konstruksi nasional. Kondisi ini juga menjadi salah satu kekuatan WIKA dalam posisi penyehatan keuangan.
Menurutnya, WIKA juga fokus pada proyek-proyek dengan skema pembayaran monthly progress yang berarti pembayaran dari proyek diterima sesuai perkembangan setiap bulannya. WIKA juga melakukan efisiensi biaya operasional dengan menggunakan teknologi digital pada operasi dan pengelolaan.
Beberapa di antaranya adalah teknologi Building Information Modeling (BIM), dan Enterprise Resource Planning (ERP) berbasis platform SAP. Selain itu, seleksi proyek yang lebih ketat juga menjadi pertimbangan utama WIKA dalam memperoleh kontrak baru.