Bisnis.com, JAKARTA — Awan mendung masih menyelimuti emiten di sektor perkebunan sawit dan olahan CPO menuju paruh kedua 2023. Tren penurunan produksi efek dari siklus dan harga yang lebih landai daripada 2022 berisiko menggerus kinerja pada tahun ini.
Sepanjang kuartal I/2023, mayoritas emiten sawit dan pengelola minyak sawit mentah melaporkan penurunan pendapatan bersih dan laba. Data yang dihimpun Bisnis memperlihatkan koreksi pendapatan terdalam dialami oleh PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT).
CBUT melaporkan penurunan pendapatan sebesar 43,36 persen year on year (YoY) dari Rp3,3 triliun pada kuartal I/2022 menjadi Rp1,87 triliun pada kuartal I/2023. Laba bersih CBUT ikut tergerus 2,31 persen menjadi Rp61,26 miliar selama periode ini.
Tidak semua emiten melaporkan penurunan pendapatan. Perusahaan Grup Salim PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP) menjadi segelintir yang melaporkan kenaikan pendapatan, yakni sebesar 18,20 persen YoY menjadi Rp904,18 miliar.
Namun, perusahaan Grup Salim pun tidak luput dari koreksi laba karena LSIP melaporkan penurunan bottom line hingga 63,25 persen YoY dari Rp304,62 miliar menjadi Rp111,95 miliar.
Lantas, bagaimana dengan perusahaan sawit besar lainnya milik konglomerat ternama?
Baca Juga
Kinerja Perusahaan Sawit Terbesar
PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR)
Perusahaan Grup Sinar Mas dengan nama lain SMART ini menorehkan pendapatan bersih sebesar Rp17,52 triliun sepanjang kuartal I/2023. Realisasi pendapatan tersebut hanya naik 0,81 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp17,38 triliun. Meski demikian, torehan ini menempatkan SMAR sebagai perusahaan sawit dengan pendapatan tertinggi di kuartal I/2023.
Dari sisi laba bersih, produsen minyak goreng kemasan merek Filma itu mengantongi Rp248,25 dalam kurun Januari—Maret 2023 atau turun 72,75 persen dibandingkan dengan kuartal I/2022 yang menembus Rp910,85 miliar.
PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI)
AALI yang merupakan bagian dari Grup Astra menempati peringkat kedua dengan pendapatan sebesar Rp4,76 triliun sepanjang kuartal I/2023. Angka itu turun 27,66 persen dibandingkan dengan kuartal I/2022 yang menembus Rp6,58 triliun.
Penurunan tersebut lantas mengerek turun laba bersih AALI dari Rp483,45 miliar pada kuartal I/2022 menjadi Rp224,71 miliar di kuartal I/2023.
Tren penurunan kinerja sendiri telah diperlihatkan AALI sejak 2022. Mereka tercatat mengakumulasi pendapatan sebesar Rp21,82 triliun atau turun 10,25 persen dibandingkan dengan pendapatan pada 2021 sebesar Rp24,32 triliun.
Koreksi pendapatan AALI terutama disebabkan oleh turunnya segmen minyak sawit dan turunannya. AALI memperoleh pendapatan sebesar Rp19,26 triliun atau turun 10,88 persen secara year on year (YoY) dibandingkan dengan kinerja 2021 yang menyentuh Rp22,02 triliun. Selain itu, segmen inti sawit dan turunannya turun dari Rp2,20 triliun pada 2021 menjadi Rp2,18 triliun pada 2022.
Kondisi di atas mengantarkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan bertengger di Rp1,72 triliun pada 2022, turun 12,41 persen dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp1,97 triliun.
PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA)
Emiten Grup Sungai Budi TBLA mengakumulasi pendapatan sebesar Rp4,36 triliun sepanjang Januari—Maret 2023, menggusur emiten Grup Salim PT Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP) yang membukukan pendapatan sebesar Rp4,05 triliun di periode yang sama.
Pendapatan TBLA pada kuartal I/2023 tercatat 13,26 persen lebih tinggi daripada kuartal I/2022 sebesar Rp3,85 triliun. Dari sisi bottom line, perusahaan yang juga beroperasi di perkebunan tebu tersebut juga mencatatkan kenaikan sebesar 7,93 persen dari Rp202,56 miliar pada kuartal I/2022 menjadi Rp218,63 miliar.