Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Binar Saham Batu Bara, CPO, dan Nikel di Tengah Semarak Dividen Jumbo

Dividen jumbo emiten komoditas tahun ini berasal dari harga komoditas 2022 yang melambung seperti batu bara, nikel dan CPO.
Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu kantor perusahaan sekuritas di Jakarta, Kamis (12/1/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu kantor perusahaan sekuritas di Jakarta, Kamis (12/1/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten komoditas ikut meramaikan semarak pembagian dividen tunai tahun buku 2022 dengan angka jumbo. Komoditas yang menjadi primadona di 2022 menjadi pemicu jumbonya dividen. Namun tidak dengan 2023, analis menyebut tren pelemahan komoditas akan menjadi pemberat laporan keuangan yang akan berdampak pada jumlah dividen tahun mendatang. 

Pembagian dividen tunai tahun buku 2022 semakin semarak, emiten tersebut beberapa memutuskan menebar dividen jumbo. Mereka adalah emiten yang berkaitan dengan komoditas, sebut saja PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG), PT United Tractors Tbk. (UNTR), PT Petrosea Tbk. (PTRO), PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) dan PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA). 

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina mengatakan emiten batu bara, CPO, nikel, saat ini memang tengah tertekan karena pelemahan harga komoditas. Seiring penurunan harga komoditas ini, tentunya akan terefleksi dalam kinerja keuangan tahun ini.

Batu bara dan nikel menjadi 2 komoditas yang membukukan pelemahan terbesar, dengan ekspektasi penurunan kinerja di tahun ini, tentunya akan terpengaruh ke dividen perseroan di tahun depan,” katanya kepada Bisnis, Senin (22/5/2023). 

Senada, Analis Phintraco Sekuritas Rio Febrian mengatakan prospek emiten komoditas diperkirakan tidak semenarik tahun kemarin. Hal ini sudah terlihat dari tren penurunan harga komoditas dari awal tahun 2023. 

Salah satu penurunan tersebut adalah harga batu bara yang turun 59,85 persen year to date ke US$162,25/ton hingga 19 Mei 2023. Selain itu, harga minyak juga relatif termoderasi sejak awal tahun 2023. Brent Oil turun 11,57 persen year to date ke US$75,97/barel, dan crude oil turun 10,10 persen year to date ke US$72,34/barel per 22 Mei 2023.

Harga CPO juga relatif termoderasi sejak awal tahun 2023. Harga CPO turun 11,94 persen year to date ke 3.673 ringgit per ton per 22 Mei 2023.

Penurunan harga komoditas di atas, disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor adalah kondisi ekonomi sejumlah negara yang masih mengkhawatirkan pada kuartal I/2023. 

Salah satu negara tersebut adalah Tiongkok, yang merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia pada 2022. Konsumsi Tiongkok mencapai 53 persen dari total konsumsi batu bara global. Sehingga, hal ini memicu kekhawatiran akan penurunan demand akan komoditas ke depannya. 

Rio bilang kondisi ini diperparah dengan permasalahan perbankan debt ceiling dan kebijakan suku bunga acuan The Fed saat ini. Ketidakpastian akan kebijakan dan keputusan dari Pemerintah dan Bank Sentral AS, membuat pelaku pasar tidak yakin akan kondisi ekonomi AS dan global. 

Faktor lainnya adalah dari peralihan penggunaan energi ke EBT. Sejumlah negara di Kawasan Eropa akan kembali menonaktifkan PLTU pada 2023. PLTU tersebut, sebelumnya sempat diaktifkan untuk memenuhi kebutuhan listrik pada tahun kemarin, sebagai akibat krisis energi pasca mulainya Konflik Rusia-Ukraina pada Februari 2022. 

“Hal ini, berpotensi mengurangi demand akan komoditas terutama batu bara,” kata Rio saat dihubungi Bisnis, Selasa (23/5/2023). 

Tren harga komoditas yang menurun ternyata dua komoditas masih layak dicermati karena memiliki prospek yang lebih baik, seperti emas, CPO dan nikel. 

Rio menyebutkan sektor CPO masih dapat diperhatikan di 2023. Menyusul konsumsi masyarakat domestik yang relatif meningkat pada kuartal I/2023. Hal ini ditunjukkan dari Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 5,03 persen yoy di kuartal I/2023. 

“Komponen pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, sebesar 2,44 persen yoy,” kata Rio.

Kondisi ini diperkirakan berlanjut di tahun 2023, mengingat rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus bertahan di level 123,7 hingga April 2023. Angka tersebut relatif tinggi dari level confidence yakni 100.

Faktor lainnya adalah pemerintah dan pelaku pasar yang berencana membangun harga acuan minyak sawit mentah di Indonesia (bursa CPO Indonesia). Bappebti akan meluncurkan bursa CPO pada Juni 2023. Hal ini berpotensi mengoptimalkan pendapatan dari emiten produsen CPO, mengingat harga acuan CPO saat ini masih menggunakan ringgit Malaysia.

Sementara itu sektor nikel dapat diperhatikan menyusul kondisi dan kebijakan pemerintah terkait kendaraan listrik dan pembangunan sejumlah pabrik listrik di Indonesia.

Adapun Martha mengunggulkan komoditas emas yang memiliki prospek lebih cerah. Hal ini terlihat dari harga emas yang berhasil menguat 8,4 persen per 22 Mei 2023.

“Dibandingkan komoditas lain yang harganya justru berjatuhan,” kata Martha. 

Seiring dengan prospek komoditas tersebut, Phintraco Sekuritas merekomendasikan beberapa saham seperti AALI dengan target harga Rp7.870, lalu LSIP hingga ke level Rp1.050, dan ANTM sampai Rp2.040.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper