Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Menguat vs Dolar AS Awal Pekan, Yuan China Justru Loyo

Bersama dengan rupiah pagi ini, mayoritas mata uang Asia terpantau bergerak variatif terhadap dolar AS.
Uang dolar dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (26/4/2022) Bisnis/Himawan L Nugraha
Uang dolar dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (26/4/2022) Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah dibuka menguat ke Rp14.913 per dolar AS pada perdagangan awal pekan, Senin (22/5/2023). Rupiah sebelumnya mengakhiri akhir pekan lalu dengan pelemahan 0,41 persen ke Rp14.930 per dolar AS.

Mengutip data Bloomberg pukul 09.00 WIB, nilai tukar rupiah menguat 0,11 persen atau 17 poin ke Rp14.913 per dolar AS. Penguatan rupiah terjadi ketika indeks dolar melemah 0,17 persen ke 102,90 dari posisi pembukaan 102,91.

Bersama dengan rupiah, mayoritas mata uang Asia terpantau bergerak variatif terhadap greenback. Won Korea Selatan memimpin kenaikan dengan penguatan sebesar 0,39 persen terhadap dolar AS. Kemudian disusul yen Jepang yang menguat 0,30 persen pada perdagangan pagi ini.

Mata uang lain yang juga menguat adalah ringgit Malaysia dan dolar Singapura, masing-masing terapresiasi 0,04 persen dan 0,01 persen. Sementara itu, peso Filipina loyo di hadapan dolar AS dengan koreksi 0,30 persen pagi ini, begitu pula yuan China yang melemah 0,19 persen dan baht Thailand turun 0,08 persen.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi sebelumnya memperkirakan rupiah akan dibuka berfluktuatif pada Senin (22/5/2023), tetapi ditutup melemah di rentang Rp14.910—Rp15.000 per dolar AS.

Dia mengatakan dolar AS sempat melemah dalam perdagangan Jumat (19/5/2023), tetapi tetap mendekati level tertinggi dua bulan terakhir karena data tenaga kerja yang kuat dan keyakinan bahwa mata uang AS akan tetap kuat.

“Hal ini mencerminkan keputusan Federal Reserve untuk mempertahankan kebijakan moneter yang ketat dalam jangka waktu yang lebih lama,” ujar Ibrahim dalam risetnya akhir pekan lalu.

Dia menyebutkan kekhawatiran terhadap sektor perbankan tampaknya telah mereda. Meski inflasi baru-baru ini cukup stabil, data klaim pengangguran pada Kamis pekan lalu menunjukkan pasar tenaga kerja yang masih ketat. 

Adapun sentimen dari dalam negeri menurut Ibrahim datang dari ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,31 persen pada 2022. Namun, capaian tersebut belum bisa membawa Indonesia keluar dari middle income trap.

Pekerjaan rumah terbesar Indonesia adalah meningkatkan produktivitas ekonomi Indonesia, yang belakangan terus menurun. Bahkan, produktivitas tenaga kerja Indonesia saat ini hanya sedikit di atas India tetapi di bawah Cina, Brazil, dan negara maju lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper