Bisnis.com, JAKARTA — Investor kawakan Lo Kheng Hong menceritakan dirinya yang cenderung lebih suka berinvestasi pada saham “jadul”. Dia pun menyebut emiten yang sudah lama melantai di Bursa cenderung memiliki jumlah saham beredar yang lebih sedikit.
Lo Kheng Hong mengatakan semakin sedikit jumlah saham yang disebar oleh suatu emiten, maka semakin bernilai saham tersebut. Dia juga menyebut kurang tertarik untuk investasi pada saham melalui penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) lantaran jumlah saham yang ditebar cenderung banyak.
“Kenapa saya tidak beli saham yang baru-baru? Belinya yang lama-lama karena yang lama-lama jumlah sahamnya sedikit. Kalau perusahaan sekarang yang go public jumlah sahamnya puluhan miliar lembar,” ujar Lo Kheng Hong dalam Investalk KSPM FEB UI 2023 dikutip Selasa (16/5/2023).
Sosok yang dijuluki sebagai Warren Buffet Indonesia tersebut menyebut dalam menentukan investasi dia cenderung hanya melihat price earning ratio (PER) dan price to book value (PBV). Lo Kheng Hong pun menyebut analisa yang diterapkannya paling mudah dan sederhana.
“Pendekatannya hanya sederhana price earning ratio dan price to book ya. Itu analisa yang paling mudah paling sederhana, tapi kita harus ingat simple is perfect atau yang sederhana itu yang sempurna,” katanya.
Sebagai contoh, Lo Kheng Hong mengatakan PT ABM Investama Tbk. (ABMM), salah satu koleksinya, memiliki PER dan PBV yang relatif rendah. Adapun PER ABMM berada di posisi 1,53 kali dengan PBV berada di posisi 0,99 kali.
Baca Juga
Bahkan Lo Kheng Hong mengatakan rata-rata portofolionya hanya memiliki PBV di posisi 0,3 kali, sedangkan untuk pendekatan PER rata-rata di posisi 1,5 kali seperti ABMM. Jumlah saham yang dimiliki oleh Lo Kheng Hong pun saat ini sekitar 113.586.300 saham.
Selain itu, dia menyebut secara fundamental ABMM memiliki kinerja yang memuaskan pada kuartal I/2023. Bahkan laba ABMM disebut lebih besar dibandingkan emiten besar lainnya seperti PTBA, INDY, UNVR, dan INCO.
“Laba ABM Investama pada kuartal I ini lebih besar dari Bukit Asam, lebih besar dari Indika Energy, lebih besar dari Unilever, dan lebih besar dari INCO. Wah hebat itu semoga jadi wonderful company,” ujarnya.
ABMM mencatatkan laba yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$95,48 juta atau setara Rp1,36 triliun pada paruh pertama 2022. Laba meningkat 73,69 persen dari US$54,97 juta atau setara Rp785,29 miliar menjadi
Adapun laba dari emiten yang disebutkan oleh Lo Kheng Hong di antaranya PTBA mencatatkan laba bersih Rp1,16 triliun, INDY US$58,9 juta setara dengan Rp866,37 miliar, UNVR sebesar Rp1,40 triliun, dan INCO sebesar US$98,1 juta setara Rp1,45 triliun.