Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Batu Bara Berisiko Ditekan Resesi 2023 dan Doromgan Ekonomi Hijau

Harga komoditas batu bara mengalami kontraksi sepanjang 2023 dengan menunjukkan tren pelemahan akibat resesi dan ekonomi hijau.
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara mengalami kontraksi sepanjang 2023 dengan menunjukkan tren pelemahan, seiring dengan lesunya harga komoditas energi sepanjang tahun berjalan.

Berdasarkan data termutakhir, batu bara Newcastle parkir di level US$187,55 per ton pada perdagangan Rabu (3/5/2023). Artinya, batu bara sudah melemah 53,59 persen sepanjang tahun berjalan 2023.

Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menjelaskan, pada tahun-tahun mendatang permintaan batu bara diprediksi akan jatuh dalam ekonomi maju, karena pembangkit listrik akan semakin tergantikan dengan sumber energi terbarukan.

"Ada banyak tanda bahwa krisis saat ini sedang mempercepat penyebaran sumber daya terbarukan, efisiensi energi, dan pompa panas. Hal ini akan memoderasi permintaan batu bara di tahun-tahun mendatang," ujar Wahyu kepada Bisnis dikutip Minggu, (7/5/2023).

Menurutnya, permintaan batu bara masih akan mencapai level tertinggi tahun ini, namun perlu adanya dorongan dari kebijakan pemerintah untuk memastikan supply dan demand batu bara tetap aman.

"Permintaan batu bara kemungkinan masih tetap akan mencapai tingkat tertinggi sepanjang masa tahun ini, mendorong emisi global. Kebijakan pemerintah akan menjadi kunci untuk memastikan jalan yang aman dan berkelanjutan ke depan," katanya.

Lebih lanjut Wahyu mengatakan, jika mengacu S&P Global Commodity Insight, China dan India kemungkinan akan meningkatkan produksi batu bara domestik pada 2023. Sedangkan berdasarkan data International Energy Agency (IEA), permintaan batu bara global akan mencapai puncaknya hingga 2025 sebesar 8 miliar metrik ton (MT), tetapi banyak bergantung pada perkembangan di China.

"Perusahaan memperkirakan produksi batu bara domestik China 2023 akan mencapai 4,9 miliar MT, naik dari 4,5 miliar MT pada 2022. Produksi batu bara India diperkirakan mencapai 950 juta MT pada tahun 2023, meningkat dari 840 juta MT pada tahun sebelumnya," jelas Wahyu.

Di lain sisi, China sebagai negara manufaktur mengumumkan bahwa data aktivitas manufaktur atau The Purchasing Managers Index (PMI) turun pada April 2023 ke level 49,2. Realisasi tersebut lebih rendah dari periode Maret 2023 yang berada di level 51,9. Hal itu tentu saja berimbas kepada harga komoditas, salah satunya batu bara.

Menurutnya, investor yang tertarik pada sektor batu bara harus memperhatikan beberapa sentimen global dan berbagai risikonya. Risiko utama terhadap prospek batu bara meliputi cuaca ekstrem, harga batu bara termal, kebijakan transisi hijau, gangguan yang timbul akibat penyebaran Covid-19 di Tiongkok dan efek sanksi terhadap Rusia.

"Investor yang tertarik pada batu bara harus mengawasi faktor-faktor seperti efek sanksi terhadap energi Rusia, potensi mengakhiri larangan tidak resmi China terhadap batu bara Australia, hingga kebijakan perubahan iklim pemerintah Australia dan cuaca ekstrem," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper