Bisnis.com, JAKARTA - Ernst and Young (EY) mencatat penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Indonesia mengungguli pasar IPO ASEAN di tengah prospek ekonomi makro kawasan Asia Tenggara yang optimistis per kuartal I/2023.
EY Indonesia Strategy and Transaction Partner Sahala Situmorang mengatakan selama empat tahun terakhir, Indonesia telah melihat total nilai emisi ekuitas meningkat dari Rp15 triliun pada 2019 menjadi Rp33 triliun pada 2022.
"Faktanya, pada tahun 2022, pasar modal nasional mencatat jumlah deals terbesar dalam sejarah dengan 59 IPO. Penawaran publik perusahaan teknologi GoTo menjadi yang paling terkenal dengan nilai 14 triliun rupiah dalam penawaran ekuitasnya," kata Sahala dalam keterangan resminya, Rabu (26/4/2023).
Dia melanjutkan tahun ini, hingga kuartal I/2023, pasar IPO Indonesia telah menyaksikan 30 IPO dengan nilai penerbitan berkisar dari US$1,91 juta dari Mitra Tirta Buwana dan US$596 juta dari Pertamina Geothermal.
Dia menuturkan kondisi di kuartal I/2023 memperlihatkan jumlah penerbitan saham 50 persen melebihi jumlah penerbitan pada tahun 2022 berdasarkan volume deals.
"Kondisi ini diharapkan mampu mendukung pasar IPO Indonesia berjalan sehat dan aktif di sepanjang tahun 2023, dengan semakin banyak perusahaan dari profil dan sektor yang beragam memutuskan untuk go public," ucapnya.
Baca Juga
Untuk kuartal II/2023, EY melihat terlepas dari latar belakang ekonomi dan geopolitik yang tidak kondusif, terdapat secercah harapan sejalan dengan puncak inflasi, pelemahan harga energi, dan pemulihan ekonomi Tiongkok Daratan. Akan tetapi, pekerjaan rumah untuk IPO terus bertambah karena perusahaan masih menunggu stabil dan pulihnya pasar saham sebelum memutuskan untuk melantai.
Dalam kondisi inflasi yang sangat tidak terduga dan terus-menerus, EY menuturkan investor yang sebelumnya berorientasi pada pertumbuhan dan potensi pendanaan saat ini lebih fokus pada strategi menuju profitabilitas dan arus kas.
Begitu ada bukti pasar yang lebih stabil dengan kepastian yang lebih tinggi, EY melihat kepercayaan investor akan kembali dan perusahaan terkemuka yang telah menunda rencana IPO dapat melanjutkan kembali rencananya, walaupun dengan valuasi yang lebih rendah.