Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Dunia Turun Efek Suramnya Prospek Ekonomi Global

Harga minyak dunia mengalami penurunan pada Senin (24/4/2023), karena adanya kekhawatiran terkait prospek suku bunga, ekonomi global, dan permintaan minyak.
 Anjungan minyak/Bloomberg
Anjungan minyak/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia mengalami penurunan pada Senin (24/4/2023), karena adanya kekhawatiran terkait prospek suku bunga, ekonomi global, dan permintaan bahan bakar minyak.

Harga minyak mentah Brent tergelincir 75 sen atau 0,92 persen, menjadi US$80,91 per barel pada pukul 04.09 GMT.

Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate Amerika Serikat berada di US$77,13 per barel, turun 74 sen atau 0,95 persen lebih rendah.

Harga kedua minyak tersebut tercatat turun lebih dari 5 persen pada pekan lalu, dikarenakan permintaan bensin di As yang turun dibandingkan tahun lalu.

Hal ini pun memicu kekhawatiran akan terjadinya resesi di negara konsumen minyak terbesar di dunia tersebut.

Analis CMC Markets Tina Teng mengatakan bahwa data perekonomian AS yang lemah dan pendapatan perusahaan yang menurun, khususnya pada sektor teknologi, telah memicu kekhawatiran pertumbuhan dan penghindaran risiko di antara para investor.

“Dolar AS yang stabil dan kenaikan imbal hasil obligasi juga menekan pasar komoditas,” katanya, melansir Reuters, Senin (24/4/2023).

Bank Sentral Amerika Serikat hingga Inggris dan Eropa semuanya diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada pertemuan di minggu pertama Mei, untuk mengatasi inflasi yang sangat tinggi.

Sementara itu, pemulihan ekonomi China yang tidak pasti pasca Covid-19 juga mengaburkan prospek permintaan minyak, meskipun data bea cukai China pada Jumat menunjukkan bahwa importir minyak mentah terbesar di dunia itu mencatatkan rekor volume pada Maret. 

Impor China dari pemasok utama Rusia dan Arab Saudi masing-masing mencapai 2 juta barel per hari (bph).

"Saya akan mengutip data ekonomi yang beragam baru-baru ini dan intervensi bank sentral yang terus berlanjut sebagai pendorong utama di balik koreksi harga baru-baru ini," kata Direktur JTD Energy Services John Driscoll.

Di sisi lain, analis dan dunia usaha tetap optimistis atas pemulihan permintaan bahan bakar China menjelang paruh kedua 2023 dan karena pengurangan pasokan tambahan yang direncanakan oleh OPEC+ mulai Mei 2023 dapat memperketat pasar.

Pemulihan permintaan minyak China diperkirakan akan melampaui perlambatan permintaan OECD dalam waktu dekat, sementara sanksi dan kendala pasokan menambah risiko kenaikan harga, kata analis di National Australia Bank.

Dia pun memperkirakan bahwa Brent dapat kembali meningkat menjadi US$92 per barel pada akhir kuartal kedua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper