Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi khususnya obligasi dengan tenor jangka menengah dan panjang memiliki prospek yang baik pada kuartal II/2023 saat pasar masih menunggu keputusan kebijakan moneter Bank Sentral Federal Reserve pada Mei mendatang.
Senior Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto mengatakan bahwa ekspektasi pasar terhadap keputusan The Fed adalah menaikkan suku bunga sekali lagi sebelum akhirnya pada kuartal III/2023 akan memutuskan penurunan.
“Market bond prospeknya baik, pasar sekarang mengekspektasikan suku bunga naik sekali lagi sebelum penurunan pada kuartal III/2023 atau pada semester I/2024,” katanya dalam acara Media Day: April 2023 by Mirae Asset Kamis, (13/4/2023).
Rully menyebutkan untuk kuartal II tahun ini, obligasi tenor menengah hingga panjang akan cenderung dilirik investor karena dianggap lebih aman ketika potensi fluktuasi pasar cukup tinggi mengingat ketidakpastian ekonomi global terus membayangi. Namun ke depan setelah The Fed mengumumkan keputusannya pada Mei mendatang, obligasi tenor pendek juga tak kalah menarik.
Selain mengamati kebijakan The Fed, pasar juga mengantisipasi siklus pengetatan kebijakan moneter di dalam negeri. Sementara itu di luar negeri, khususnya AS, siklus pengetatan moneter kemungkinan akan berakhir pada semester I/2023.
“Yield obligasi masih positif, masih kompetitif dengan nilai tukar rupiah yang stabil dan menguat. Hal ini merupakan salah satu daya tarik sendiri pasar obligasi Indonesia,” jelasnya.
Baca Juga
Meski demikian, dari dua jenis obligasi, obligasi pemerintah masih mendominasi pasar dibandingkan dengan obligasi korporasi. Terlihat dari porsi kepemilikan surat berharga negara (SBN) oleh investor asing yang mencapai R 818,53 triliun atau setara dari 14,89 persen nilai beredar pada akhir Maret 2024.
Posisi investor asing pada obligasi pemerintah tersebut naik dari Rp762,19 triliun atau 14,36 persen dari nilai beredar per akhir 2022.
Hingga Maret 2023, obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di posisi 6,79 persen turun 8 bps, lebih rendah dibandingkan Januari. Total transaksi tercatat Rp523,91 triliun, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, obligasi pemerintah tercatat sebesar Rp36,61 triliun.
Head Fixed Income Mirae Asset Sekuritas Nita Amalia mengatakan bahwa investor asing banyak masuk pasar obligasi pemerintah jangka menengah dan panjang disebabkan oleh kondisi ketidakpastian global terhadap pasar Indonesia.
“Asing banyak masuk government bond karena tingkat risiko lebih rendah dan tingkat likuiditas lebih tinggi ketika akan melakukan aksi profit taking,” katanya.
Lebih lanjut, Rully menyarankan investor mengoleksi obligasi pemerintah dalam portofolionya sebesar 80 persen sedangkan 20 persennya adalah obligasi korporasi. Hal ini bukan berarti obligasi korporasi tidak menarik namun jumlah penerbitannya yang lebih sedikit dibandingkan dengan obligasi pemerintah.