Bisnis.com, JAKARTA - Emiten menara grup Telkom, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel berancang-ancang membagi dividen di tengah rata-rata pertumbuhan kinerja lima tahunan (compound annual growth rate/CAGR) dua digit pada periode 2017-2022, yang dinilai melampaui emiten menara lainnya.
Analis merekomendasikan beli saham Mitratel lantaran kinerja finansialnya berpotensi tumbuh di periode mendatang. Manajemen Mitratel pun telah berancang-ancang memberikan dividen lebih tinggi dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2022.
Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko menjelaskan pertumbuhan CAGR dua digit mengindikasikan kinerja finansial Mitratel tumbuh secara berkesinambungan serta menjadi landasan yang kokoh menunjang pertumbuhan bisnis perseroran di masa mendatang.
"Mitratel berinovasi dalam pengembangan ekosistem bisnis menara, termasuk diantaranya fiber optic yang akan menciptakan model bisnis yang berkesinambungan di era digital. Kami optimistis kinerja ke depan akan lebih baik,” ujarnya dikutip pada Rabu (12/4/2023).
Teddy sapaan akrabnya menjabarkan Mitratel juga membukukan CAGR EBITDA sebesar 27 persen. Raihan perseroan ini diakui lebih tinggi dari CAGR EBITDA rata-rata industri.
“Pertumbuhan CAGR Mitratel melonjak dua digit lantaran perseroan berhasil meningkatkan kinerja finansial yang optimal,” sebut Teddy.
Baca Juga
Dia kembali menyatakan Mitratel pada tahun ini telah mencanangkan roadmap pertumbuhan organik dan inorganik dengan menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar Rp7 triliun. Capex akan mendukung tranformasi digital MTEL serta mengembangkan ekosistem bisnis menara dengan menambah jumlah menara telekomunikasi, membangun fiber optic dan infrastruktur pendukung lainnya yang berpotensi ke depan meningkatkan pendapatan dan laba bersih.
Senior Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Robertus Hardy mengatakan saham infrastruktur telekomunikasi merupakan saham yang prospektif pada tahun ini menyongsong masa pemilihan umum pada 2024. Hal ini diproyeksikan berdampak terhadap lonjakan lalu lintas data.
Selain itu, kinerja emiten infrastruktur telekomunikasi didukung adopsi teknologi 5G yang diharapkan lebih luas, penetrasi fixed broadband, dan persaingan penyedia layanan telekomunikasi untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
“Dengan demikian, kami menginisiasi industri ini dengan peringkat Overweight dengan MTEL sebagai pilihan utama. Selain neraca yang relatif lebih sehat dengan hanya 33,0 persen net gearing per Desember 2022 jika dibandingkan TOWR dan TBIG yang masing-masing 309,5 persen dan 224,3 persen,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Robertus, MTEL tidak hanya memiliki peluang membayar dividen yang lebih tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan membelanjakan lebih banyak anggaran belanja modal meningkatkan jumlah aset menara, melalui build-to-suite maupun akuisisi.
Aset MTEL memiliki valuasi yang murah, yaitu rasio enterprise value (EV)/tower per Desember 2022 itu senilai Rp2 miliar.
“Ini lebih dari 35 persen diskon dari TOWR dan TBIG yang EV/tower masing-masing sebesar Rp3,1 miliar dan Rp3,3 miliar,” terangnya.
Kemudian, Mitratel tidak memiliki eksposur risiko fluktuasi mata uang asing lantaran seluruh pinjaman dalam denominasi rupiah. Utang perseroan di tahun lalu itu turun menjadi Rp15,29 triliun dari Rp18,07 triliun. Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) pada 2022 turun menjadi 0,45 kali dari sebelumnya 0,54 kali.
Dengan demikian, Mitratel memiliki ruang yang cukup longgar untuk berekspansi karena DER-nya semakin turun dan ekuitasnya di tahun lalu naik sebesar 0,5 persen atau menjadi Rp33,80 triliun.
MTEL optimistis prospek bisnis pada 2023 akan tetap mencatatkan pertumbuhan di atas rata-rata industri. Optimisme MTEL berdasarkan strategi dan model bisnis Mitratel yang solid, dengan didukung oleh pertumbuhan organik seperti peningkatan kolokasi (tenancy ratio), dan dibarengi aksi organik serta inorganik untuk memacu Mitratel mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih.
Menurut data, CAGR pendapatan Mitratel pada 2017-2022 melonjak sebesar Rp 14 persen. Kemudian, CAGR laba bersih Mitratel melonjak sebesar 34 persen atau melampaui CAGR laba bersih TOWR dan TBIG di periode 2017--2022 itu, yang masing-masing sebesar 10 persen dan minus 6 persen.
Ke depannya, beberapa langkah strategis akan terus dilakukan MTEL. Perseroan akan fokus memberikan solusi dari hulu ke hilir kepada pelanggan seperti layanan fiber to the tower, power to the tower, dan energy as a service. MTEL diyakini agresif memonetisasi aset menara telekomunikasi.
“Kami menyukai Mitratel karena posisinya sebagai pemimpin di sektor menara telekomunikasi dengan kepemilikan tower sebanyak 35.418 yang dikelola per Desember 2022,” tutur Robertus.
Per data Desember 2022, Indonesia memiliki 127,8 pengguna seluler per 100 penduduk. Dengan lebih banyak dari populasi 275 juta orang per September 2022, Indonesia adalah negara terbesar keempat di dunia setelah India (1,42 miliar), Cina (1,41 miliar), dan AS (333 juta). Potensi pasar yang sangat besar ini berhasil menarik beberapa perusahaan penyedia menara telekomunikasi besar untuk berinvestasi agar memperkuat pangsa pasar di segmen ini.