Bisnis.com, JAKARTA - Emiten jasa logistik batu bara PT RMK Energy Tbk. (RMKE) mengungkapkan rencananya untuk turut melakukan transisi dari batu bara ke energi hijau di masa mendatang.
Direktur RMKE Vincent Saputra mengatakan, transisi energi merupakan rencana yang tidak bisa dihindari. Namun, melihat tren yang ada, Perseroan masih memiliki kesempatan memaksimalkan profit dari segmen bahan bakar fosil tersebut.
"Memang green energy itu rencana yang tidak bisa dihindari, tapi saya melihat problemnya sekarang adalah kestabilan energi. Kalau dulu agresif harus segera hijau, zero emisi ini itu, sekarang mereka mulai realistis, balancing yang [energi] hijau dan tidak hijau," katanya saat melakukan kunjungan Media Visit ke Bisnis Indonesia, Selasa (28/3/2023).
Vincent mengungkapkan RMKE tetap mempersiapkan strategi untuk transisi menuju energi hijau sambil memaksimalkan pendapatan dan laba dari sektor angkutan batu bara.
"Kita sudah rencananya, volume angkutan kita tingkatkan sampai 20 juta ton sampai 2026, dengan demikian profit kita bisa mencapai Rp1,3 triliun per tahun dan akan memudahkan untuk ekspansi ke berbagai sektor energi hijau," lanjutnya.
Adapun, transisi yang paling mungkin dilakukan adalah ke sektor tenaga air, atau solar, bisa pula masuk ke sektor motor dan mobil listrik.
Baca Juga
Vincent mengungkapkan, transisi energi hijau jika dipaksakan akan justru akan menimbulkan kerugian, terlebih jika negaranya tidak siap ketika harga listrik bisa lebih mahal lima sampai enam kali lipat.
Terkait dengan keseimbangan energi hijau dan energi fosil, tren saat ini pun bergeser dari yang sebelumnya banyak negara gencar transisi, kini mereka yang menjauhi batu bara justru kembali produksi bahkan mengerahkan kapasitas penuh.
"Kita lihat tren itu masih akan berlangsung untuk beberapa saat, lalu 2060 mungkin atau tidak nggak zero emmission, tidak ada yang tahu. Apalagi China juga sedang membangun PLTU batu bara lebih banyak dari seluruh dunia disatukan," paparnya.
Ke depan, RMKE juga masih akan melihat lagi sektor energi hijau mana yang stabil, sehingga energinya bisa digunakan oleh Perseroan dan sebagian bisa dijual.
"Sementara itu, energi fosil ini tetap akan generate cashflow sampai 2026. Kalau sudah tercapai kita akan garap langsung" imbuhnya.