Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan International Finance Corporation (IFC) dengan dukungan dari Sekretariat Negara Swiss untuk Urusan Ekonomi (SECO) dalam praktk ESGs.
Direktur Bursa Efek Indonesia Risa E. Rustam mengatakan Bursa ingin mengembangkan ekosistem pasar modal Indonesia untuk mengadopsi dan memanfaatkan praktik-praktik berkelanjutan.
“MoU ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem di pasar modal Indonesia di mana bisnis dan keberlanjutan berjalan seiring. Kolaborasi ini akan menjadi platform untuk mendorong ekosistem investasi hijau di Indonesia dan memperkenalkannya kepada penonton internasional,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (16/3/2023).
Peluncuran kolaborasi ini juga menandai dimulainya seri Pengembangan Kapasitas Kepemimpinan ESG, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan Standar Kinerja IFC dan Metodologi Tata Kelola Perusahaan serta membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menangani topik-topik penting terkait ESG, termasuk tata kelola Lingkungan & Sosial yang efektif dan sistem manajemen risiko, pengungkapan dan transparansi, risiko dan mitigasi iklim, serta gender.
MoU mendorong para perusahaan tercatat dan calon pendaftar untuk memperkuat praktik Environmental (lingkungan), Social (sosial), dan Governance (tata kelola) atau ESG.
Penjabat Country Manager IFC untuk Indonesia dan Timor Leste Randall Riopelle mengatakan tidak ada acuan dalam mengelola risiko dalam pembiayaan proyek di negara berkembang, jadi kami membuat seperangkat standar kinerja.
Baca Juga
“Hari ini, apa yang kami pelajari dari pengalaman adalah bahwa keberlanjutan dan profitabilitas bukanlah tujuan bisnis yang terpisah, dan kami melihat investor institusi semakin mengintegrasikan pertimbangan ESG ke dalam keputusan investasi mereka,” jelasnya.
Kerja sama ini merupakan bagian dari program ESG Indonesia Terintegrasi yang diluncurkan oleh IFC dan SECO untuk membantu pembuat kebijakan, investor, perusahaan, dan para mitra di Indonesia untuk mengelola risiko dan hambatan ESG dengan mempromosikan manajemen pengambilan keputusan dan risiko lingkungan dan sosial yang efektif.
Selain bekerja sama dengan pembuat kebijakan di Indonesia dan BEI, IFC juga mendukung lembaga direktur lokal, pusat pelatihan, dan memberikan saran ESG kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Penandatanganan MoU ini juga mendukung upaya perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menyelaraskan dengan praktik terbaik secara internasional.
Berdasarkan data IFC, negara-negara berkembang masih membutuhkan dana yang signifikan sekitar US$2,5 triliun kebutuhan pembiayaan untuk mencapai SDGs, dengan proyeksi tambahan kekurangan sebesar US$1,7 triliun akibat COVID-19.
IFC memperkirakan terdapat lebih dari US$23 triliun peluang investasi pada sektor hijau dan terkait iklim serta aktivitas yang dapat membantu mencapai tujuan nasional yang selaras dengan Perjanjian Paris dan mempercepat transisi global menuju ekonomi rendah karbon.