Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah global turun untuk sesi kedua berturut-turut lantaran penarikan pertama dari persediaan minyak mentah AS gagal meyakinkan pasar di tengah kuatnya nada hawkish Federal Reserve.
Mengutip Bloomberg, Kamis (9/3/2023), data inventaris AS dari Administrasi Informasi Energi secara singkat mengangkat harga kontrak minyak berjangka, tetapi reli tersebut dipadamkan oleh prospek ekonomi yang suram karena dipicu oleh potensi kenaikan suku bunga The Fed yang lebih tinggi dan lebih cepat.
Harga West Texas Intermediate (WTI) turun hampir 2 persen sebelum memulihkan sebagian kerugiannya, menumpuk penurunan terbesar komoditas sejak awal Januari di sesi sebelumnya.
Harga WTI untuk pengiriman April merosot 92 sen atau 1,2 persen, menjadi menetap pada US$76,66 per barel di New York Mercantile Exchange pada akhir perdagangan Rabu (8/3/2023) waktu setempat.
Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei melemah 63 sen atau 0,8 persen, menjadi ditutup pada US$82,66 per barel di London ICE Futures Exchange.
“Dengan fundamental yang kekurangan tren bullish dan sentimen makro yang suram, tidak ada alasan untuk memanfaatkan pelemahan,”, kata Rebecca Babin, seorang pedagang energi senior di CIBC Private Wealth.
Baca Juga
Namun, menurut manajer portofolio di Tortoise Capital Advisors Brian Kessens, banyak bank besar memproyeksikan harga minyak akan berbalik menguat, dibantu oleh meningkatnya permintaan di China dan pergeseran musiman mendatang yang dapat menurunkan stok.
“Kami berharap pemanfaatan kilang terus berdetak lebih tinggi dan kemudian orang akan mulai mengemudi. paling cepat minggu ini, untuk beberapa aktivitas liburan musim semi. Itu hanya akan berlanjut saat kita memasuki awal musim panas,” jelasnya.