Bisnis.com, JAKARTA - Emiten batu bara PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR) mencatatkan pertumbuhan laba 114 persen di 2022 menjadi sebesar Rp5,19 triliun, dengan pendapatan yang naik 97,34 persen atau menjadi sebesar Rp14,18 triliun.
Manajemen ADMR menjelaskan ADMR mencatat pendapatan usaha US$908 juta, atau naik 97 persen dari US$460 juta pada 2021. Hal ini berkat kenaikan volume penjualan maupun average selling price (ASP) atau harga rata-rata penjualan secara tahunan atau year on year (YoY).
Harga batu bara metalurgi yang tinggi pada 2022 menunjang ASP, sehingga ADMR mencatat kenaikan ASP 42 persen yoy.
"ADMR juga mencatat kenaikan 42 persen pada ASP di 2022 dari 2021 ,dengan dukungan kenaikan permintaan pascapandemi," kata manajemen, Kamis (2/3/2023).
Selain itu, ADMR juga mencatatkan volume produksi sepanjang 2022 naik 46 persen, menjadi 3,37 juta ton dari 2,30 juta ton pada 2021. Volume penjualan 2022 mencapai 3,2 juta ton, atau naik 39 persen dari 2,30 juta ton pada 2021.
Pengupasan lapisan penutup pada 2022 mencapai 8,32 Mbcm, atau naik 62 persen dari 5,15 Mbcm di tahun sebelumnya, sehingga nisbah kupas pada 2022 tercatat 2,47 kali, atau naik 10 persen dari 2,24 kali pada 2021.
Baca Juga
Adapun pada tahun 2023, ADMR memperkirakan volume penjualan di rentang 3,8 Mt hingga 4,3 Mt. ADMR terus meningkatkan volume didukung oleh permintaan yang kuat dari pelanggan, dan sesuai target jangka menengahnya sebesar 6 Mtpa.
Nisbah kupas 2023 ditargetkan sebesar 3,8x, karena perusahaan berencana untuk memulai kembali operasi dari PT Lahai Coal, yang memiliki nisbah kupas lebih tinggi dibandingkan dengan PT Maruwai Coal.
Belanja modal untuk bisnis batu bara metalurgi ADMR di 2023 ditargetkan sebesar US$70 juta hingga US$90 juta. Angka ini belum termasuk belanja modal untuk proyek smelter aluminium.
Perusahaan memperkirakan pencapaian financial close proyek ini pada 2023 dan porsi ekuitas akan diumumkan kemudian.