Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang terdongkrak oleh laporan keuangan 2022 dalam beberapa waktu ke depan. Beberapa sektor berpotensi menikmati kenaikan harga saham karena potensi yield dividen yang lebih menarik di tengah kinerja 2022 yang lebih baik.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih mencatat bahwa 26 persen emiten penghuni indeks LQ45 telah merilis laporan kinerja 2022. Meski hasil bervariasi, dia mencatat bahwa perusahaan-perusahaan sektor perbankan menorehkan kinerja positif sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit.
Sebagai contoh, BMRI dan BBRI melaporkan kenaikan kredit masing-masing 14 persen secara year on year (YoY) dan 8,9 persen. BBCA dan BBNI juga membukukan kenaikan masing-masing sebesar 11,7 persen dan 10,9 persen YoY.
“Kinerja perbankan yang solid turut ditopang oleh mobilitas dan konsumsi masyarakat yang kembali setelah Covid-19, walaupun Bank Indonesia menaikkan suku bunga sejak Agustus 2022 hingga di level 5,5 persen pada akhir 2022,” kata Ratih dalam risetnya yang dikutip Minggu (26/2/2023).
Setelah rilis laporan keuangan, Ratih mengemukakan pelaku pasar tengah menantikan kebijakan pembagian dividen dari emiten perbankan yang akan dirilis setelah diselenggarakannya rapat umum pemegang saham (RUPS) tahunan. Dividend payout ratio (DPR) dan dividend yield diperkirakan lebih menarik jika berkaca pada kinerja keuangan 2022.
“Kebijakan dividen tersebut tentunya menjadi katalis positif bagi pergerakan harga saham perbankan. Rilis kinerja keuangan sebelumnya turut membawa saham perbankan rebound pada akhir Januari 2023,” tambah Ratih.
Baca Juga
Selain sektor perbankan, sektor energi juga diproyeksikan memiliki kinerja keuangan yang baik pada 2022. Misalnya, emiten di sektor batu bara yang menikmati lonjakan harga komoditas cukup signifikan pada tahun lalu.
Harga Batu bara ICE Newcastle terpantau sempat mencapai US$450 per ton pada September 2022. Adapun harga batu bara acuan menurut Kementerian ESDM RI mencapai rekor tertinggi pada 2022 sebesar US$330 per ton.
Emiten minyak dan gas juga berpotensi memiliki kinerja cemerlang pada 2022 sejalan dengan harga minyak mentah global WTI mencapai level US$120 per barel pada Maret 2022.
Namun berbeda dengan emiten perbankan, Ratih memperkirakan rilis kinerja keuangan emiten batu bara berpotensi tidak memengaruhi pergerakan harga sahamnya secara signifikan. Sebab harga batu bara yang berangsur turun sejalan dengan harga gas yang melandai telah memengaruhi harga jual rata-rata emiten batu bara.
“Sehingga kinerja keuangannya pada 2023 berpotensi melambat. Hal ini perlu dicermati karena dividen yang dibayarkan berpotensi menurun untuk mempertahankan cash flow ke depan,” katanya.
Pada sektor energi, Ajaib Sekuritas melihat permintaan di sektor minyak dan masih menarik untuk dicermati. Pembukaan kembali China berpotensi meningkatkan permintaan minyak mentah secara global.
Selain itu, pembatasan produksi minyak mentah Rusia yang rencananya berlaku pada Maret 2023 dapat meningkatkan harga komoditas tersebut. Adapun kebijakan OPEC dan OPEC+ terkait pasokan minyak mentah gobal menjadikan harga komoditas ini masih stabil dan lebih mudah dikontrol.