Bisnis.com, JAKARTA - Investor menangkap sinyal pengetatan kebijakan moneter (hawkish) Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed, yang akan berimbas terhadap pasar obligasi.
Hal ini setelah rilis data inflasi Amerika Serikat yang mencapai 6,4 persen. Meski demikian usai meeting FMOC mayoritas pejabat The Fed setuju kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto mengatakan Inflasi AS pada Januari 6.4 persen berada di atas ekspektasi pasar yang sebesar 6,2 persen. Hal ini, kata dia, menyebabkan perkiraan puncak suku bunga bisa lebih tinggi dari 5 persen.
"Dan timing penurunan suku bunga yg diperkirakan dari 2023 menjadi mundur ke 2024," kata Rudiyanto kepada Bisnis, Kamis (23/2/2023).
Atas dasar itu, diversifikasi menjadi kunci strategi berinvestasi surat utang atau obligasi di tengah sentimen The Fed. Menurut Rudiyanto, Panin AM memiliki kebijakan untuk berinvestasi di surat utang pemerintah dan korporasi. Dia mengatakan pengaruh suku bunga ke obligasi korporasi relatif kecil.
"Kombinasi antara obligasi pemerintah - korporasi - deposito untuk menjaga risiko fluktuasi harga," kata Rudiyanto.
Baca Juga
Presiden dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengataka diversifikasi menjadi kunci penting dalam meracik portofolio surat utang di tengah kondisi saat ini.
Diketahui, Indeks obligasi global Bloomberg terkoreksi 2,9 persen, hampir menyamai pertumbuhan pada Januari yakni 3,3 persen.
Sementara itu, pada penutupan pasar obligasi, imbal hasil SUN acuan tenor 10 tahun kembali menanjak yakni 20 basis poin (bps) ke 6,7 persen dari level terendah bulan ini yakni 6,5 persen.
"Saat yield naik dan surat utang terkoreksi, tentunya diversifikasi menjadi salah satu faktor penting dalam mengoptimalkan kinerja portfolio obligasi," katanya.
Guntur mengatakan tidak semua seri dari obligasi akan mengalami kenaikan maupun penurunan yang sama saat pasar terkoreksi. Guntur menjelaskan surat utang pemerintah memiliki tingkat likuiditas juga lebih tinggi, lebih rentan koreksi pada saat pasar bergejolak.
Namun, lanjut Guntur, durasi dari masing-masing seri juga memiliki karakter risiko yang berbeda. Untuk itu, investor bisa mempertimbangkan untuk diversikasi dengan obligasi korporasi. Dibandingkan dengan obligasi pemerintah, pergerakan harga dari obligasi korporasi lebih cenderung stabil.
"Dan tidak sevolatil obligasi pemerintah pada saat market bergejolak, tapi perlu dipertimbangkan juga dari sisi likuiditas dan juga kualitas kredit masing-masing issuers," katanya.