Bisnis.com, JAKARTA – Calon emiten PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) membeberkan beberapa risiko dan potensi terkait aksi IPO kepada para calon investornya.
Mengutip prospektus perseroan bahwa industri panas bumi tidak memiliki metodologi yang dibakukan sebagai standar tunggal secara internasional mengenai cara data cadangan sumber daya panas bumi diperkirakan, dicatat dan disertifikasi.
Oleh sebab itu, penentuan cadangan sumber daya panas bumi merupakan kegiatan yang bersifat probabilistik atau kemungkinan sehingga tidak terdapat jaminan bahwa data cadangan sumber daya panas bumi perseroan dapat mencerminkan hasil aktual yang dimiliki perseroan secara akurat.
“Seluruh perkiraan cadangan sumber daya panas bumi bersifat tidak pasti dan karenanya hanya merupakan informasi yang digunakan untuk memperkirakan cadangan sumber daya panas bumi yang akan menghasilkan pendapatan bagi Perseroan,” tulis manajemen dalam prospektus dikutip Senin, (20/2/2023).
Maka itu, anak usaha BUMN itu mengingatkan terdapat kemungkinan bahwa perkiraan cadangan panas bumi tersebut akan direvisi apabila terdapat data tambahan yang lebih relevan. Apabila cadangan sumber daya panas bumi yang sebenarnya (aktual) lebih rendah dari yang diperkirakan, maka kegiatan usaha, kondisi keuangan dan hasil operasi Perseroan dapat terpengaruh secara material.
Di sisi lain, Perseroan saat ini fokus pada pengembangan tambahan kapasitas terpasang sebesar 165MW. Adapun, sebesar 110MW ditambahkan pada WKP Hululais dan sebesar 55MW di WKP Lumut Balai dan Margabayur. Lalu, 435MW yang akan dikembangkan secara konvensional maupun dengan pemanfaatan PLTP skala kecil pada area WKP brownfield Perseroan.
Baca Juga
“Dalam lima tahun ke depan, Perseroan memperkirakan akan dapat menyediakan tambahan 600MW kapasitas terpasang untuk mulai beroperasi,” tulis manajemen dalam prospektus.
PGEO juga berencana untuk terus mengembangkan kapasitas terpasang lebih lanjut melebihi lima tahun ke depan dan akan berpartisipasi dalam lelang WKP baru untuk mencapai target pertumbuhan tersebut, termasuk dengan berkolaborasi dengan operator panas bumi lain atau melalui akuisisi.
Aksi penawaran umum saham perdana (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO) atau PGE, entitas usaha PT Pertamina (Persero), senilai Rp9,05 triliun akan menambah daftar aksi IPO jumbo di Bursa Efek Indonesia (BEI).
PGEO akan melakukan penawaran umum perdana saham atau IPO dengan harga Rp875 per saham sehingga menghimpun dana Rp9,05 triliun.
Dalam prospektus IPO terbaru di Harian Bisnis Indonesia edisi Jumat (17/2/2023), PGEO menetapkan harga IPO Rp875 per saham, setelah masa penawaran awal di kisaran harga Rp820-Rp945 per saham.
PGE menawarkan sebanyak-banyaknya 10,35 miliar saham dengan nilai nominal Rp500 atau 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor. Oleh karena itu, PGE dapat meraih dana IPO Rp9,05 triliun.
Perseroan akan mengalokasikan sebanyak-banyaknya sebesar 1,50 persen setelah IPO atau sebanyak-banyaknya 630,39 juta saham saham untuk Program Opsi Pembelian Saham Kepada Manajemen dan Karyawan Perseroan (Management and Employee Stock Option Program/ MESOP).
Penjamin pelaksana emisi efek ialah PT CLSA Sekuritas Indonesia, PT Credit Suisse Sekuritas Indonesia, dan PT Mandiri Sekuritas. Penjamin emisi efek ialah PT Bahana Sekuritas, PT HSBC Sekuritas Indonesia, PT Danasakti Sekuritas Indonesia, dan PT Samuel Sekuritas Indonesia.
Bila hasil IPO sesuai rencana, maka IPO PGEO akan masuk daftar 5 IPO terbesar di BEI, setelah PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) Rp21,9 triliun, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel Rp18,79 triliun, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) Rp13,72 triliun, dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) Rp12,24 triliun.