Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan pembentukan bursa kripto dalam rampung pada Juni 2023. Selain bursa kripto, Kemendag juga tengah menyusun pengelolaan tempat penyimpanan (kustodian), dan kliring berjangka untuk aset kripto.
Plt. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan ekosistem maupun bursa kripto bertujuan untuk melindungi investor dari praktik kotor perdagangan aset kripto. Terlebih saat ini terdapat 27 pedagang kripto yang menjadi pusat transaksi kripto di Indonesia.
“Kita akan melihat bahwa bursa ini maupun ekosistem ini harus mampu yang terutama adalah melindungi masyarakat terhadap praktik perdagangan aset kripto yang tidak benar,” ujar Didid dalam diskusi virtual dikutip Sabtu (18/2/2023).
Dia mengatakan 27 pedagang fisik kripto tersebut merupakan pihak yang memegang uang dan aset, serta melakukan perdagangan kripto. Dia juga menyebut perdagangan kripto rawan terjadi penyimpangan sehingga perlu segera dibentuk lembaga untuk mengawasi transaksi kripto.
Adanya ekosistem aset kripto melalui bursa, kustodian, dan lembaga kliring akan membuat Bappebti berbagi risiko dengan pedagang kripto yang ada di Indonesia. Namun, Didid menyebut tidak ingin tergesa-gesa dalam membentuk bursa kripto.
Hal ini lantaran Bappebti ingin memastikan ekosistem kripto yang dibangun dapat melakukan pengelolaan aset yang melindungi investor. Sikap Bappebti ini lantas berbuntut adanya laporan Ombudsman Republik Indonesia yang menyebut terdapat tiga dugaan maladministrasi dalam permohonan izin usaha bursa berjangka kripto.
Baca Juga
Didid mengatakan terdapat pengaduan dari salah satu calon perusahaan yang akan bergabung dalam bursa kripto yang mempertanyakan lamanya pembentukan bursa kripto. Hal tersebut lantas dianggap oleh maladministrasi oleh Ombudsman.
“Kami sampaikan ke Ombudsman bahwa kami tidak memperlambat, tetapi kami fokus kepada bagaimana masyarakat itu terlindungi,” jelasnya.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti laporan masyarakat terkait pengajuan IUBB aset kripto dengan melakukan serangkaian pemeriksaan dan klarifikasi.
“Berdasarkan serangkaian pemeriksaan dokumen dan pihak terlapor maupun pihak terkait lainnya, ditemukan tiga bentuk dugaan maladministrasi yang dilakukan Bappebti, yakni penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang,” jelasnya, Kamis (16/2/2023).
Dia memaparkan, dugaan maladministrasi penundaan berlarut ditemukan lantaran hingga saat ini, belum ada kejelasan status pengajuan Izin Usaha Bursa Berjangka oleh pelapor kepada Bappebti. Sedangkan penyimpangan prosedur ditemukan dalam hal ketidakjelasan prosedur pengajuan Izin Usaha Bursa Berjangka dari pihak pelapor kepada Bappebti.
Kemudian, tuturnya, penyalahgunaan wewenang juga terlihat dari adanya dugaan penambahan prosedur baik secara teknikal maupun substantif dalam proses pengajuan Izin Usaha Bursa Berjangka.
Dia menuturkan sejak 2020, pihak pelapor mengajukan permohonan Izin Usaha Bursa Berjangka dan telah mematuhi peraturan perundang-undangan perdagangan berjangka komoditi serta turunannya. Namun, menurut Yeka, hingga saat ini izin belum dikeluarkan tanpa adanya penolakan resmi dari Bappebti. Pelapor mengirimkan surat pengaduan terkait hal ini kepada Ombudsman pada 19 Desember 2022.
Yeka menyebutkan total biaya yang telah dikeluarkan oleh pelapor dalam rangka pengajuan Izin Usaha Bursa Berjangka mencapai Rp19 miliar. Selain itu pelapor juga telah menyiapkan dana sebesar Rp. 100 miliar untuk membuktikan kondisi finansial perusahaan.