Bisnis.com, JAKARTA – Emiten tambang logam PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengumumkan telah memproduksi 60.090 metrik ton nikel dalam matte pada tahun 2022, lebih rendah dari target setahun. Namun, INCO mengincar pertumbuhan produksi pada 2023.
“Kinerja Tanur 1, Tanur 2 dan Tanur 3 berada di atas anggaran untuk tahun 2022, namun produksi tahunan secara keseluruhan lebih rendah dari target kami sebelumnya terutama karena keterlambatan dalam penyelesaian pembangunan kembali Tanur 4,” kata Febriany Eddy, CEO dan Presiden Direktur Perseroan dalam keterangan tertulis, Selasa (31/1/2023).
Produksi pada kuartal IV/2022 sendiri mencapai 16.183 ton nikel dalam matte, di mana jumlah tersebut sekitar 8 persen lebih rendah dibandingkan dengan volume produksi yang direalisasikan pada kuartal III/2022 sebanyaj 17.513 ton.
Sementara itu, secara year-on-year (yoy), produksi pada 2022 juga menurun 8 persen dibandingkan dengan produksi pada 2021 terutama disebabkan oleh adanya pelaksanaan proyek pembangunan kembali Tanur 4 pada semester I/2022.
Direktur INCO Bernardus Irmanto mengatakan untuk 2023, INCO menargetkan produksi hingga 70.000 ton pada 2023. Jumlah ini sedikit lebih tinggi dari target 2022 sebanyak 64.000 ton.
“Dengan kembalinya Furnace 4, yang jelas produksi tahun depan akan lebih tinggi, di kisaran 70.000 ton,” ungkapnya Bernardus.
Baca Juga
Sebelumnya, INCO berharap dengan kembali beroperasinya Furnace 4, Perseroan bisa memproduksi nikel mencapai 90.000 ton per tahun.
Pada 2023, INCO juga berharap harga nikel masih bisa mendukung kinerja keuangan perseroan dengan bergerak di kisaran US$20.000 per ton.
“Pendapatan dan laba INCO tahun depan akan sangat tergantung pada harga komoditas yang mengikuti mekanisme pasar. Kami berharap harga nikel masih di level diatas US$20.000 per ton dan harga komoditas batu bara atau minyak mulai turun. Dengan kondisi seperti itu diharapkan perusahaan akan membukukan kinerja keuangan yang baik,” imbuhnya.
Tahun ini INCO juga menganggarkan belanja modal untuk 2023 sebesar US$110 juta atau Rp1,71 triliun pada 2023 untuk memaksimalkan penyelesaian proyek di Pomalaa dan Bahodopi.
Bernardus menyebutkan, INCO akan menggelontorkan sekitar US$110 juta untuk sustaining capital, untuk pengembangan tambang baru dan juga injeksi ekuitas ke perusahaan patungan.