Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Profil Vanguard Group, Raksasa Perusahan Investasi Dunia yang Borong Saham ADHI

The Vanguard Group inc. merupakan salah satu perusahan investasi terbesar dunia yang belum lama ini memborong saham Adhi Karya (ADHI).
Ilustrasi investor melakukan transaksi pembelian saham/Freepik. Vanguard Group
Ilustrasi investor melakukan transaksi pembelian saham/Freepik. Vanguard Group

Bisnis.com, JAKARTA - The Vanguard Group Inc baru-baru tengah menjadi sorotan setelah raksasa perusahan investasi dunia itu memborong saham PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) dan menjadi pemegang saham terbesar kedua setelah pemerintah Indonesia.

Berdasarkan penelusuran Bisnis melalui Bloomberg, Vanguard memborong 61,56 juta lembar saham ADHI pada sesi perdagangan terakhir tahun lalu atau 31 Desember 2022. Dengan demikian, mereka kini memiliki 184,92 juta lembar.

Setelah serangkaian transaksi pada kuartal IV/2022, Vanguard kini berstatus sebagai pemegang saham ADHI sebesar 2,20 persen. Persentase itu menjadi yang terbesar kedua setelah Pemerintah Indonesia selaku pemegang saham mayoritas dan pengendali perseroan. Vanguard ternyata juga memegang saham emiten BUMN Karya lainnya.

Layaknya BlackRock, Vanguard menjual produk dalam bentuk reksadana yang dapat diperdagangkan atau Exchange Traded Fund (ETF).

Sebagai perusahaan yang kerap dijuluki 'the company who owns the world', total assets under management (AUM) mereka dilaporkan mencapai US$8,1 triliun. Jumlah itu menurut Statista US$1 triliun lebih kecil dari nilai dana yang dikelola oleh BlackRock Inc.

Kendati demikian, laporan yang dirilis oleh BlackRock mengungkapkan Vanguard Inc merupakan pemegang saham terbesar perseroan dengan persentase 8,05 persen per 31 Maret 2022.

Lantas, sebenarnya seperti apa profil bisnis dari Vanguard serta siapa sosok dibalik perusahaan investasi raksasa global yang kerap memegang sejumlah saham di Indonesia? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya. 

Profil Bisnis Vanguard

Melansir dari situs resmi Vanguard, Vanguard sendiri didirikan pada tahun 1975 oleh John C. Bogle di Valley Forge, Pennsylvania.

Adapun, konsep bisnis dari Vanguard adalah dengan memperkenalkan First Index Investment Trust (sekarang Vanguard 500 Index Fund), di mana perusahaan ini menawarkan biaya yang rendah. Dengan berinvestasi secara berkala di reksadana indeks, seorang investor yang tidak berpengalaman bisa mengalahkan kinerja para investor paling profesional sekalipun.

Melalui reksadana indeks, Vanguard mencoba menawarkan reksadana dengan meniru portofolio indeks acuannya, baik itu indeks saham maupun indeks obligasi. 

Jadi, sebuah reksadana indeks memang tidak memiliki imbal hasil (return) yang sama persis seperti indeks acuan, tapi angkanya sangat mendekati. Artinya, target performa investasinya bukan untuk mengalahkan kinerja indeks acuannya, melainkan hanya menyamai.

Berkat keberhasilannya dalam mempopulerkan konsep tersebut, alhasil pada tahun 1977, Vanguard menjadi kelompok dana pertama yang memberlakukan peniadaan biaya penjualan untuk pembelian dana Vanguard. Dengan melewati jaringan broker-dealer tradisional, Vanguard membuat biaya investasi menjadi sangat rendah.

Perkembangan Bisnis Vanguard

Sayangnya, pada tahun 1982, pendiri Vanguard John C. Bogle mengumumkan bahwa dia mengundurkan diri sebagai CEO pada akhir tahun dan menunjuk John J. Brennan sebagai penerus pilihannya.

Di bawah Brennan, dia menduduki serangkaian posisi kepemimpinan senior di perusahaan, termasuk kepala keuangan, wakil presiden eksekutif, dan presiden.

Dirinya mengembangkan Vanguard ke skala internasional dan selama dua dekade berikutnya, Vanguard akan memperluas jejak globalnya untuk mencakup beberapa negara Eropa, Kanada, Meksiko, dan China.

Di tahun 2001, Vanguard membawa persaingan biaya ke pasar ETF. Hingga akhirnya, Vanguard dengan adanya penguatan pasar keuangan dan arus kas yang kuat, aset Vanguard yang dikelola melampaui US$1 triliun atau untuk saat ini setara dengan Rp15.188 triliun.

Tahun 2008, di bawah kepemimpinan F. William McNabb III, perusahaan ini mencapai AUM lebih dari US$3 triliun atau setara dengan Rp45.583 trilun. Lalu, pada 2018 Vanguard mencapai tanda aset US$5 triliun atau setara dengan Rp75.974 triliun.

Kini, Vanguard terus berkembang, tahun 2022 diketahui, Vanguard telah mengelola aset lebih dari US$7 triliun atau setara dengan Rp106.306 triliun melalui kantor 21 lokasi dengan melayani lebih dari 20 juta investor di seluruh dunia.

 

Profil Sang Founder John C. Bogle

John C. Bogle adalah seorang investor dan pendiri Vanguard Group, salah satu firma investasi terbesar di dunia.

John C. Bogle dianggap sebagai suhunya dunia investasi. Bahkan, Warren Buffett menganggap dirinya sebagai 'pahlawan', karena dapat menciptakan investasi keuangan yang terjangkau melalui reksadana indeks berbiaya rendah.

Mengutip dari Forbes, Bogle memegang 14 gelar doktor kehormatan, dinobatkan sebagai salah satu dari "100 orang paling kuat dan berpengaruh" oleh Majalah Time, dan menulis 12 buku, yang terakhir diterbitkan pada November 2018.

Kehidupan Awal John C. Bogle 

Lahir dan dibesarkan di New Jersey, Bogle lulus dengan predikat magna cum laude dari Princeton University pada tahun 1951 dengan gelar di bidang ekonomi.

Untuk membuat dirinya lulus, Bogle menghabiskan 18 bulan untuk meneliti soal gagasannya dan menyusunnya dalam tesis yang berjudul “Mutual Funds can make no claims to superiority over the Market Averages”.

Di mana, Bogle menolak fakta bahwa rata-rata reksa dana konvensional tidak bisa melampaui hasil kinerja indeks. Alhasil, dia menganjurkan daripada melampauinya, lebih baik menyamai hasilnya.

Tesis yang dirinya buat tentang reksa dana itupun menarik perhatian sesama alumnus Princeton, Walter L. Morgan, pendiri Wellington Fund, sekaligus dekan di bidang industri reksa dana.

Berkat analisa Bogle yang tajam, membuat Morgan memutuskan untuk mempekerjakan Bogle yang kala itu berusia 22 tahun untuk di Wellington Management Company, perusahaan manajemen investasi miliknya.

Perjalanan Karier John C. Bogle

Selama beberapa waktu, Bogle bekerja di beberapa departemen sebelum menjadi asisten presiden pada tahun 1955, yang pertama dari serangkaian posisi eksekutif yang dipegangnya di Wellington: 1962, wakil presiden administrasi; 1965, wakil presiden eksekutif; dan 1967, presiden.

Bogle menjadi sosok di balik keberhasilan Wellington, di mana pada akhir 1958, dirinya mulai menggagas dana ekuitas yang akan melengkapi Wellington Fund. Windsor Fund, dana ekuitas berorientasi nilai.

Pada tahun 1967, Bogle pun memimpin penggabungan Wellington Management Company dengan firma investasi Boston Thorndike, Doran, Paine & Lewis (TDPL).

Sayangnya, tujuh tahun kemudian, perselisihan manajemen dengan prinsipal TDPL membuat Mr. Bogle membentuk Vanguard pada September 1974 untuk menangani fungsi administratif dana Wellington, sementara Manajemen TDPL/Wellington akan mempertahankan tugas manajemen investasi dan distribusi. Vanguard Group of Investment Companies mulai beroperasi pada 1 Mei 1975.

Penemuan ini nyatanya tidak serta merta berhasil. Pada tahun 1976, Vanguard yang kala itu memperkenalkan reksa dana indeks pertama— First Index Investment Trust—untuk investor individu secara otomatis dicemooh oleh orang lain, karena dianggap bisnis ini tidak masuk akal bahkan dinilai cenderung gagal. Pasalnya, di tahun pertama Vanguard hanya bisa mengumpulkan US$11 juta atau setara dengan Rp167 miliar selama penjaminan awalnya.

Total Kekayaan John C. Bogle

Melansir dari Celebrity Net Worth, kekayaan bersih yang Bogle tinggalkan kala dirinya telah meninggal hanya sekitar US$80 juta atau setara dengan Rp1,2 triliun.

Tidak ada yang tahu bagaimana dirinya menghabiskan dana tersebut semasa hidupnya. Namun, dalam sebuah wawancara tahun 2012, Bogle mengungkapkan satu kesenangannya.

"Setiap musim dingin, istri saya dan saya mengambil cuti seminggu dan pergi ke resor di Florida. Karena, saya benar-benar tidak tahan menghabiskan uang untuk diri saya sendiri,” ungkapnya. 

Melansir dari Business Insider, Bogle pun dikenal aktif dalam kegiatan filantropi.

“Satu-satunya penyesalan saya tentang uang adalah saya tidak punya lebih banyak. Menurut saya, sebaiknya berikan uang sebanyak yang Anda bisa, karena ada dari kita yang harus menjalani hidup sendirian," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper