Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cucu Usaha TRAM Emiten Heru Hidayat Gagal Bayar MTN Rp400 Miliar

Kasus hukum Heru Hidayat sebagai pengendali perseroan menjadi salah satu penyebab SMR Utama (SMRU) gagal bayar MTN senilai Rp400 miliar.
Warga melintasi logo Asuransi Jiwasraya di Jakarta, Senin (5/10/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga melintasi logo Asuransi Jiwasraya di Jakarta, Senin (5/10/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Anak usaha PT SMR Utama Tbk. (SMRU), emiten yang dikendalikan oleh terdakwa kasus korupsi Asabri dan Jiwasraya Heru Hidayat, membenarkan kabar gagal bayar surat utang jangka menengah (Medium Term Notes/MTN) senilai Rp400 miliar.

Corporate Secretary SMRU Arief Novaldi mengungkapkan bahwa SMRU gagal membayarkan MTN I Ricobana Abadi Tahun 2017 yang diterbitkan dengan nilai sebesar Rp400 miliar pada tanggal 20 Desember 2017 dengan jangka waktu lima tahun dan jatuh tempo pada tanggal 20 Desember 2022.

“Penyebab gagal bayar MTN tersebut terutama disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut, pertama kasus hukum atas komisaris utama PT Trada Alam Minera Tbk. (TRAM), pengendali perseoan, yang secara tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan dan entitas anaknya,” jelas Arief dalam keterbukaan informasi, Kamis (12/1/2023).

Sebelumnya, Heru Hidayat yang merupakan Presiden Komisaris TRAM, bersama Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan terlibat kasus korupsi setelah Heru dan Benny melalui Joko Hartono mengatur dan mengendalikan 13 Manajer Investasi dengan membentuk produk Reksa Dana khusus untuk PT Asuransi Jiwasraya.

Jaksa menyebut Heru, Benny dan Joko memberikan uang, saham dan fasilitas lain kepada tiga petinggi Jiwasraya. Pemberian dilakukan terkait pengelolaan investasi saham dan reksa dana di perusahaan tersebut selama 2008-2018.

Terkait dengan kasus tersebut, Arief menjelaskan, pada saat ini entitas anak SMRU masih dalam proses restrukturisasi dengan pemegang MTN. Pasalnya kasus tersebut menimbulkan pembatasan pembiayaan atas peremajaan alat-alat berat oleh berbagai lembaga pembiayaan baik bank dan nonbank dan pembatasan supply atas komponen dan sparepart dari alat-alat berat yang dilakukan oleh supplier.

“Hal ini menyebabkan kemampuan handling pekerjaan penambangan menjadi menurun dan berdampak kepada penurunan pendapatan dan meningkatnya biaya operasional entitas anak mengingat beberapa supplier menerapkan kebijakan cash and carry untuk pembelian komponen dan sparepart alat berat,” jelasnya.

Selain itu, Pandemi Covid-19 pada 2020 juga menjadi penyebab, di mana pada kuartal III/2020 harga batu bara menyentuh level terendahnya jika dibandingkan dengan pada 2019 karena permintaan yang turun baik ekspor dan domestik sebagai akibat dari penerapan kebijakan lockdown.

Kemudian, pada awal 2021, harga batu bara mulai beranjak naik hingga mencapai level tertinggi sepanjang masa pada September 2022. Peningkatan harga batu bara tersebut berdampak pada peningkatan harga komoditas lainnya seperti besi, karet dan bahan peledak sehingga mengakibatkan meningkatnya biaya operasional entitas anak.

“Hal ini sangat menggangu working capital dari entitas anak Perseroan mengingat tarif pekerjaan penambangan pada kontrak kerja entitas anak Perseroan dan pemilik tambang di tanda tangani jauh sebelum terjadi peningkatan harga batu bara yang signifkan,” ungkap Arief.

Sejumlah Ijin Usaha Penambangan (IUP) entitas anak SMRU seperti PT Delta Samudra dan PT Gunung Bara Utama juga dicabut, dan entitas anak masih menanggung beban operasional atas para pekerja yang dirumahkan.

“Skema restrukturisasi yang diajukan oleh entitas anak SMRU kepada pemegang MTN adalah perpanjangan waktu jatuh tempo dan penurunan tingkat suku bunga. Hambatan yang dihadapi Perseroan untuk merealisasikan rencana restrukturisasi tersebut adalah ketercapaian target-target produksi yang diasumsikan dan realisasi atas belanja modal guna menunjang ketercapaian produksi tersebut,” paparnya.

Adapun, peningkatan kewajiban lancar entitas anak Perseroan per 31 Desember 2022 berdampak pada semakin sulitnya entitas anak untuk memperoleh pembiayaan atas peremajaan alat-alat beratnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper