Bisnis.com, JAKARTA – Prospek komoditas batu bara dan emitennya masih akan menguat di 2023 dengan beberapa skenario alternatif. Sejumlah sentimen turut mewarnai gerak emas hitam ini sepanjang tahun.
Beberapa sentimen tersebut ialah pulihnya permintaan industri yang memacu tingginya permintaan terutama India dan China, kendala produksi akibat bank yang enggan mendanai proyek batu bara, serta ketatnya pasokan karena cuaca basah di Australia menghambat produksi, serta krisis energi Eropa yang semuanya berkontribusi pada penguatan harga batu bara.
Analis Komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Laksono mengatakan ada tiga skenario untuk prospek energi khususnya batu bara di 2023. Menurutnya, batu bara yang masih akan menjadi primadona dan jawara hingga 2023.
“Sepertinya komoditas energi masih akan potensial menguat signifikan walaupun energi sebagian besar koreksi, batu bara tetap di atas bahkan bersinar dan menjadi jawara tahun ini,” katanya kepada Bisnis, Rabu (11/1/2023).
Wahyu melanjutkan, kontrak teraktif yang diperdagangkan di ICE, kontrak berjangka untuk batu bara Newcastle NCFF23 turun 1,61 persen, patokan wilayah Asia-Pasifik untuk batu bara termal yang diekspor dari terminal batu bara Newcastle di Australia, berada di US$408,80 pada 6 Desember, naik 141 persen dari 31 Desember 2021.
“Keuntungan batu bara tahun ini memimpin kenaikan keseluruhan di antara komoditas utama,” katanya.
Baca Juga
Skenario kedua adalah stagflasi. Skenario ini terjadi manakala inflasi masih sangat tinggi tapi resesi terjadi.
“Kebijakan pelonggaran moneter jadi terbatas karena inflasi masih sangat tinggi dengan dolar AS masih rentan kuat. Disini asumsi di atas masih relevan walaupun jadi kurang optimis kenaikannya. Jadi levelnya ada penyesuaian, dikurangi 10 persen-20 persen,” jelas Wahyu.
Skenario ketiga disebut Wahyu memiliki kemungkinan kecil terjadi karena The Fed masih optimis menekan inflasi.
“Resesi buruk, great depression AS dimana Wallstreet anjlok tajam, resesi parah, permintaan sangat anjlok, komoditas melemah. Ini dapat terjadi dalam kurun waktu cukup panjang sekitar satu semester atau bahkan sepanjang 2023. Tapi kecil kemungkinan terjadi,” ungkap Wahyu.
Bagi emiten batu bara, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan secara fundamental laba emiten batu bara masih memiliki pertumbuhan yang baik meskipun tidak setinggi tahun lalu.
“Meskipun tidak setinggi tahun lalu tapi masihtumbuh, karena harga batu bara masih jauh di atas biaya produksi. Alhasil kenaikan laba bersih di sektor batu bara masih akan terjadi,” kata Rudiyanto.
Lebih lanjut Wahyu memproyeksikan pada semester I/2023 ini, batu bara spot akan bergerak di rentang US$280 hingga US$400 per ton. Sedangkan secara tahunan diproyeksi akan bergerak di rentang US$150 hingga US$450 per ton dengan konsolidasi harga di sekitar US$300 per ton.