Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurang Pekerja, Industri CPO Malaysia Potensi Boncos US$4,6 Miliar

Malaysia masih kesulitan mencari pekerja asing untuk bekerja di lahan perkebunan kelapa sawit.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Keterbatasan pekerja yang melanda industri kelapa sawit Malaysia berpotensi merugikan para produsen hingga US$4,6 miliar atau 20 miliar ringgit pada tahun ini.

Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (7/12/2022), Chief Executive Malaysian Palm Oil Association Joseph Tek menjelaskan kelangkaan pekerja telah berdampak pada turunnya persediaan minyak kelapa sawit mentah atau CPO dan kenaikan harga di pasar global.

Data dari Malaysian Palm Oil Association mencatat, perusahaan – perusahaan penghasil CPO telah merekrut sekitar 14.000 pekerja asing hingga akhir November. Jumlah tersebut hanya seperlima dari total pekerja yang dibutuhkan industri ini dan hampir setengah dari yang diizinkan oleh pemerintah.

Tek mengatakan jumlah pekerja asing yang masuk ke Malaysia sangat kecil dibandingkan dengan total kebutuhannya. Tek mengatakan aliran kedatangan pekerja asing masih kerap terhambat meski sejumlah lembaga terus berupaya memfasilitasi kedatangan para pekerja tersebut.

Adapun, sektor kelapa sawit Malaysia amat bergantung pada tenaga kerja asing. Malaysia masih kesulitan memboyong pekerja luar negeri meski pembatasan mobilitas pandemi virus corona telah direlaksasi.

Sebagai informasi, Malaysia merupakan negara produsen CPO terbesar kedua di dunia, di belakang Indonesia.

Pemerintah Malaysia telah meyakinkan para pelaku usaha untuk mempercepat proses penerimaan pekerja. Di sisi lain, para produsen CPO di Malaysia mengeluhkan proses penerimaan yang masih lamban, sehingga berimbas pada proses panen yang tidak maksimal.

Tek mengatakan, pelaku industri CPO saat ini tengah meminta bantuan dari pemerintahan Malaysia yang baru untuk mempercepat kedatangan pekerja. Upaya akselerasi ini meliputi penyewaan pesawat untuk membawa pekerja dan memperbarui perjanjian dengan pemerintah negara asal para pekerja.

Adapun harga CPO bergerak fluktuatif sepanjang tahun 2022. CPO sempat melonjak pada awal tahun seiring dengan invasi Rusia ke Ukraina sebelum terkoreksi akibat perbaikan outlook pasokan dan akselerasi ekspor yang dilakukan Indonesia.

Harga CPO kemudian kembali naik dan telah reli sekitar 20 persen sejak akhir September 2022. Berdasarkan data dari Bursa Malaysia hari ini, harga CPO dengan kontrak teraktif terpantau di level 4.070 ringgit per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper