Bisnis.com, JAKARTA -- Infrastruktur menjadi sektor dengan efek domino pertumbuhan paling tinggi yang menjadi penggerak emiten Grup Salim, PT Nusantara Infrastructure Tbk. (META) mengembangkan prasarana Indonesia.
Emiten bersandi META ini menjadi salah satu pemimpin bisnis infrastruktur dari sektor swasta. Adapun, beberapa pemain besar lain berasal dari sektor plat merah. Pasalnya, bisnis ini membutuhkan waktu yang panjang untuk 'balik modal'.
Dalam perencanaan bisnisnya, META selalu mencari proyek infrastruktur jangka panjang dengan rentang waktu minimal 20 tahun. Secara sektor, fokusnya adalah pengembangan infrastruktur nasional. Pengembaliannya pun memperhatikan ekonomi dan efek domino dari pembangunan nasional bukan pada finansialnya.
Corporate Secretary Nusantara Infrastructure Indah Pratiwi menerangkan telah berperan aktif selama 16 tahun dalam mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia.
"Berbagai proyek di sektor jalan tol seperti Tol BSD ,Tol Makassar Metro Network, Jalan Tol Seksi Empat, Tol Jakarta Lingkar Baratsatu, sektor energi terbarukan yang melingkupi PLTA dan Biomassa, sektor air bersih di Wilayah Tangerang, Serang Banten, Medan dan sektor pelabuhan di Lampung," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (30/11/2022).
Untuk itu, Nusantara Infrastructure terus konsisten memenuhi keberlanjutan usaha melalui proyek strategis lainnya yang diperkuat melalui penetapan 7 pilar strategis.
Baca Juga
Adapun, aspek keberlanjutan selalu tertanam dalam kegiatan operasional kami guna mendukung berbagai program pemerintah dalam pembangunan infrastruktur untuk mendorong peningkatan ekonomi nasional.
Kendati mengedepankan pengembangan infrastruktur berbasis dampak ekonomi, kinerja META juga tidak bisa dianggap sembarangan. Berdasarkan laporan keuangan per kuartal III/2022, emiten entitas grup salim ini mencatatkan laba bersih tumbuh 422,45 persen menjadi Rp65,56 miliar dari realisasi edisi yang sama tahun lalu sebesar Rp12,54 miliar.
Laba bersih tersebut berasal dari pendapatan dan penjualan yang sedikit melorot 2,92 persen menjadi Rp614,64 miliar dari Rp633,15 miliar pada periode 9 bulan tahun lalu.
Turunnya pendapatan tersebut karena berkurangnya pendapatan konstruksi META dari yang sebesar Rp153,99 miliar menjadi hanya Rp405,95 juta. Adapun, pendapatan usaha dan penjualan meningkat tajam 29,1 persen menjadi Rp602,14 miliar.
Seiring turunnya pendapatan konstruksi, beban konstruksi META pun turut anjlok dengan jumlah yang persis sama, sehingga laba bruto META naik menjadi Rp391,13 miliar dari Rp279,87 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Namun, seiring kinerja entitas asosiasi yang membaik, META mencatatkan bagian laba bersih entitas asosiasi naik menjadi Rp60,48 miliar dari hanya Rp39,83 miliar. Dengan begitu, laba sebelum pajak tercatat Rp134,42 miliar naik dua kali lipat dari Rp55,65 miliar.
Kinerja ciamik ini masih bakal dilanjutkan pada 2023 mendatang. Alasannya, kontribusi pendapatan dari hasil akuisisi tol layang Jakarta Cikampek atau tol Mohamed Bin Zayed (MBZ) bakal berlaku setahun penuh, belum lagi rencana pembangunan tol layang Jakarta Outer Ring Road (JORR) yang nilai proyeknya mencapai Rp22 triliun.
Indah melanjutkan saat ini META masih akan fokus dalam beberapa proyek khususnya di sektor jalan tol di antaranya Pengembangan Proyek Bintaro Serpong Damai (BSD Business Development) yakni Proyek Penanganan Banjir dan Konstruksi Weaving Area di Tol BSD.
Selanjutnya, proyek Jalan Tol Cikunir–Ulujami (JORR Elevated), serta konstruksi Jalan Akses Tol Makassar New Port (Tahap I dan II).
Sejumlah proyek yang dikelola META juga sudah turut berdampak secara ekonomi bagi wilayah terkait. Contohnya, jalan tol Makassar yang telah berdampak positif bagi perekonomian di Sulawesi Selatan.
Mengutip data BPS pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan kuartal III/2022 tumbuh 5,67 persen yoy menopang pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,72 persen. Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 37,38 persen yang sangat dipengaruhi oleh mobilitas menggunakan tol Makassar tersebut.
Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta Utama menerangkan prospek META sangat positif pasca mengakuisisi tol layan MBZ. Alasannya, akuisisi ini terjadi di tengah peningkatan mobilitas masyarakat yang menyambut pergeseran pandemi Covid-19 menjadi endemi.
"Tentunya ini bisa menambah pendapatan bagi META dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut otomatis bisa meningkatkan bottom line emiten," paparnya.
Nafan juga menyambut diversifikasi bisnis yang dilakukan oleh META. Tidak hanya menjadi pengelola dan pembangun tol, META juga mengembangkan bisnis energi baru terbarukan (EBT) yang dalam jangka panjang bakal berdampak positif bagi perseroan.
"Diversifikasi bisnis patut diapresiasi bertujuan meningkatkan portofolio emiten dalam menguasai lini bisnis bidang lainnya, bukan hanya infrastruktur, melainkan ke ranah EBT," tambahnya.
Menurutnya, tantangan bisnis tol META ke depan yakni jika terjadi restriksi atau pembatasan aktivitas masyarakat lagi sebagai akibat meningkatnya kasus Covid-19. Di luar dari itu, agaknya tantangan dari faktor global belum akan berpengaruh banyak.
Di sisi lain, faktor inflasi juga masih bakal menjadi tantangan bagi META karena dapat memengaruhi daya beli pengguna jasa ritel dalam hal ini pengguna tol.
"Pertumbuhan ekonomi bisa berjalan stabil, jadi otomatis tingkat aktivitas perekonomian dalam hal transportasi dan logistik menjadi faktor penopang pertumbuhan, ini sangat penting," tambahnya.
Pada penutupan perdagangan Rabu 30 November 2022, saham META tercatat naik 1,56 persen ke harga 130. Adapun, sepanjang tahun berjalan harga saham META baru naik 13,04 persen dengan kapitalisasi pasar tercatat Rp2,3 triliun.
Seiring dengan usianya yang sudah mencapai 16 tahun, META terus mendampingi pembangunan infrastruktur nasional. Tak hanya berorientasi pada keuntungan, melainkan juga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional.