Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlombaan Bank Digital Cari Modal Via Rights Issue Kian Sengit

Menjelang akhir 2022, bank-bank digital berlomba mencari modal melalui rights issue.
Pegawai mengamati layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (27/10/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (27/10/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA –Menjelang akhir 2022, bank-bank digital berlomba mencari modal melalui rights issue. Sebagian dari emiten yang menggelar aksi korporasi ini adalah bank kecil bermodal cekak yang bertransformasi menjadi bank digital.

Perlombaan mencari modal itu didorong untuk memenuhi batas modal minimum yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni sebesar Rp3 triliun.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menjelaskan hingga 11 November 2022 dari 42 perusahaan di pipeline tersebut, total dana yang akan diperoleh melalui rights issue diperkirakan mencapai Rp39,4 triliun.

“Berdasarkan data kami dari jumlah perusahaan yang berencana melakukan right issue, baik ditinjau dari jumlah perusahaan maupun perkiraan jumlah dana yang dihimpun melalui right issue, yang terbanyak dari sektor finansial,” katanya dikutip Senin (21/11/2022).

Pasalnya 16 perusahaan yang berasal dari sektor finansial memenuhi pipeline rights issue. Adapun berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), realisasi penawaran umum terbatas (PUT) mencapai 24 aksi korporasi dengan total nilai Rp31,08 triliun hingga akhir Oktober 2022.

Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee mengatakan pemenuhan regulasi modal minimum Rp3 triliun di akhir 2022 merupakan hal yang penting karena perbankan adalah jantung perekonomian nasional.

“Penambahan Modal itu juga untuk menyerap risiko. Jadi ketidakpastian (ekonomi) itu menjadi sahabat dari perbankan, jadi bank perlu modal yang besar untuk menyerap risiko yang bisa muncul di masa mendatang,” ujarnya.

Bank digital juga tidak bisa bakar uang dalam mengembangkan bisnis karena business model seperti ini tidak akan berkelanjutan.

“Bank digital juga perlu berpikir untuk membuat bisnis mereka benar benar menguntungkan selain modal yang besar. Jadi bagaimana memanfaatkan ekosistem yang ada untuk menghasilkan profit,” ujarnya.

Adapun Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menjelaskan, pemulihan dan pertumbuhan ekonomi domestik yang terjaga pada tahun ini menjadi salah satu penyebab banyaknya antrean rights issue perusahaan di Bursa Efek Indonesia.

Seiring dengan hal tersebut Frankie mengatakan aksi rights issue ini akan menarik di mata pelaku pasar. Hal tersebut karena mayoritas dana akan digunakan untuk akselerasi bisnis pada tahun 2023 mendatang.

Di sisi lain, Frankie juga mengingatkan para investor yang tertarik menyerap rights issue tersebut untuk lebih cermat. Ia menyarankan investor untuk lebih berhati – hati pada emiten yang menggunakan dana rights issuenya untuk membayar utang.

“Jika hanya untuk membayar utang tentunya akan menjadi kurang menarik, utamakan yang penggunaannya untuk ekspansi usaha dan memperkuat struktur permodalan,” katanya.

Salah satu bank digital tersebut adalah PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB). Bank yang dikendalikan oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia ini berencana menerbitkan sebanyak-banyaknya 2,61 miliar saham baru. Dengan harga pelaksanaan Rp650, maka Bank Neo Commerce akan meraup Rp1,7 triliun. Target ini jauh lebih rendah dibandingkan rencana mereka semula yang berharap mendapatkan modal segar Rp5 triliun.

Sebagai informasi, aksi korporasi ini wajib terlaksana tahun ini bila Bank Neo Commerce ingin mempertahankan status sebagai bank umum. Pasalnya ekuitas bank ini tercatat Rp2,25 triliun, masih di bawah ketentuan modal minimum Rp3 triliun.

Lalu, PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) berencana menggelar PMHMETD X dengan menerbitkan 3,5 miliar saham baru atau setara dengan 15,39 persen dari jumlah saham ditempatkan dan disetor penuh setelah rights issue.

Sama seperti BBYB, bank digital yang fokus terhadap pengembangan gig economy ini, mencatatkan rugi besar pada tahun tahun lalu. Jumlahnya mencapai Rp3,04 triliun pada kinerja 2021.

Bank digital lain yang juga sedang mencari modal adalah PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK). Bank ini mencatatkan ekuitas sebesar Rp2,02 triliun pada akhir September 2022. Padahal pada Semester I-2022, emiten dengan kode BANK Ini telah menggelar rights issue. Sayangnya dari target hampir 2 miliar saham baru, rights issue ini hanya terserap sekitar 25 persen

Berbeda dengan kedua bank tersebut, sebagian bank digital yang sudah mengamankan ekuitasnya sejak awal dan bisa fokus terhadap ekspansi. Salah satunya adalah PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang memiliki ekuitas Rp8,29 triliun pada akhir September 2022. Emiten ini sukses meraup modal baru sekitar Rp7 triliun pada rights issue yang digelar pada 2021 lalu. Saat ini Bank Jago tercatat sebagai bank digital dengan ekuitas terbesar di Indonesia

Selain itu, ada PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang memiliki ekuitas Rp6,31 triliun pada akhir September 2022. Allo Bank juga menggelar rights issue jumbo dan meraih dana segar Rp4,8 triliun pada awal tahun ini. Bank digital berikutnya yang sudah tidak dipusingkan urusan permodalan adalah PT Bank Digital BCA. Anak usaha BCA ini memiliki ekuitas Rp4 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper