Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Biang Kerok IHSG Rontok, Bukan Cuma Soal Saham Batu Bara

Analis menilai penurunan IHSG masih wajar karena tertekan saham batu bara, sementara maraknya emiten baru belum mampu menopang IHSG.
Analis menilai penurunan IHSG masih wajar karena tertekan saham batu bara, sementara maraknya emiten baru belum mampu menopang IHSG. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Analis menilai penurunan IHSG masih wajar karena tertekan saham batu bara, sementara maraknya emiten baru belum mampu menopang IHSG. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menilai penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meninggalkan level 7.000 masih dalam batas wajar. Penurunan terutama disebabkan sentimen saham batu bara dan merosotnya bursa Asia.

Pengamat pasar modal Teguh Hidayat menjelaskan jika penurunan IHSG sebenarnya wajar terjadi dan masih normal. Namun secara psikologis dikarenakan IHSG sudah berada di angka 7.000 dan turun ke posisi 6.970, penurunan tersebut terlihat signifikan.

“Sebenarnya normal-normal saja. Dan kalau dilihat saham-saham juga hanya batu bara yang turun dalam. Kalau yang lain meskipun turun tetapi tidak signifikan,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Kamis (10/11/2022).

IHSG turun 1,4 persen atau 98,66 poin menjadi 6.971,42 pada akhir sesi I perdagangan hari ini. Sepanjang sesi, IHSG bergerak di rentang 6.964,73-7.070,08.

Bursa Asia lainnya juga terkoreksi siang ini, seperti Topix Jepang turun 0,59 persen, Hang Seng Hongkong turun 1,91 persen, Kospi Korea Selatan turun 0,67 persen.

IHSG yang turun tersebut tertekan oleh saham-saham batu bara yang ambrol sesaat setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaitiman Republik Indonesia Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan akan menyuntik mati PLTU pada perhelatan G20 mendatang.

“Memang ada hubungannya dengan itu [pernyataan Luhut] sama harga batu bara juga lagi turun sekarang ini di pasar internasional menjadi sekitar di bawah US$350 per ton,” lanjut Teguh.

Harga batu bara Newcastle turun 9 poin atau 2,65 persen menjadi US$330 per ton pada Rabu (9/11/2022), mengutip data tradingeconomics. Harga batu bara sempat mencapai puncaknya di level US$457,80 per ton.

Mengenai pernyataan Luhut, lanjutnya, sebenarnya wacana itu sudah lama diungkapkan sejak 2020 lalu. Namun hingga kini memang belum terlaksana. Pernyataan tersebut kembali diungkapkan kala momen G20 yang dihadiri oleh pejabat tinggi negara dan memang membicarakan mengenai energi terbaharukan.

“PLTU ingin dipensiunkan dini itukan wacana dari dulu, sebenarnya rencananya juga sebenarnya masih lama sekitar 2030 hingga 2035, tapi karena ada acara G20, keluar lagi pernyataan itu,” kata Direktur Avere Investama ini.

Selain tertekan saham batu bara, amblasnya IHSG disebabkan oleh saham-saham yang baru melantai di bursa beberapa hari terakhir.

“Kemarin yang IPO listing itu banyak, tapi tidak ada yang hingar bingar dibicarakan seperti GOTO dan BUKA. IPO sekarang yang besar cuma BELI [Blibli], selebihnya informasinya orang bahkan tidak tahu mereka IPO,” lanjutnya.

Saham-saham IPO yang dianggap tidak terlalu populer ini disebut Teguh tidak mendorong gerak IHSG untuk naik. Justru karena saham baru ini, IHSG makin tertekan.

“Saham yang baru IPO terlalu banyak, dan tidak ada satupun yang cukup menarik yang cukup promosinya, sehingga begitu listing dia langsung turun, jadi bukannya bikin IHSG naik tapi malah bikin IHSG terseret turun,” imbuhnya.

EMITEN BARU

Sebanyak 10 emiten baru melakukan pencatatan saham atau listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pekan ini. Sebanyak 6 perusahaan akan melantai di Bursa pada hari yang sama, yakni Selasa (8/11/2022).

Sejumlah enam perusahaan yang melantai pada 8 November 2022 tersebut adalah PT Global Digital Niaga Tbk. (BELI) atau Blibli dengan harga final Rp450 per saham. Blibli menawarkan sejumlah 17,7 miliar saham kepada investor.

Lalu PT Jayamas Medica Industri Tbk. (OMED) dengan harga final Rp204 per saham. OMED menawarkan sebanyak 4,05 miliar saham, dengan jumlah nilai penawaran umum sebesar Rp828 miliar.

Selanjutnya PT Methobi Karyatama Raya Tbk. (MKTR) dengan harga final Rp120. MKTR menawarkan sebanyak 2,5 miliar saham.

Emiten berikutnya adalah emiten afiliasi Saratoga pengelola Primaya Hospital, PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk. (PRAY) dengan harga Rp900. PRAY bakal melepas sebanyak-banyaknya 302,2 juta saham baru, dengan perkiraan dana yang akan diterima sejumlah Rp272 miliar.

PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) akan menjadi emiten selanjutnya yang juga melantai pada 8 November 2022. CBUT menawarkan sebanyak 625 juta saham, dengan harga final Rp690.

Tak ketinggalan, PT Wulandari Bangun Laksana Tbk. (BSBK) juga akan melantai pada 8 November 2022, dengan jumlah saham yang dilepas sebanyak 2,75 miliar, dengan harga final Rp100 per saham.

Selain 6 perusahaan yang akan melantai tersebut, sebanyak 4 calon perusahaan tercatat saat ini tengah melakukan masa penawaran saham. Sejumlah 4 perusahaan tersebut adalah PT Primaya Plastisindo Tbk. (PDPP), PT Bersama Zatta Jaya Tbk. (ZATA), PT Ketrosden Triasmitra Tbk. (KETR), dan PT Puri Sentul Permai Tbk. (KDTN).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper