Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi segelintir indeks yang menguat di tengah pelemahan indeks saham global setelah The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada pertemuan 1—2 November 2022.
IHSG terpantau mengakhiri perdagangan Kamis (3/11/2022) di zona hijau dengan penguatan 0,27 persen ke 7.034,57. Sementara mayoritas indeks saham di kawasan Asia terpantau mengakhiri perdagangan di zona merah.
FTSE Bursa Malaysia terpantau melemah 1,92 persen pada penutupan hari ini, kemudian Strait Times Index (STI) Singapura turun 1,05 persen. Penurunan juga terlihat di indeks saham KOSPI sebesar 0,33 persen dan Hang Seng turun 3,08 persen.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan penguatan IHSG terjadi karena kenaikan Fed Fund Rate telah sesuai dengan ekspektasi pasar. Bank Indonesia juga telah mengantisipasi kebijakan hawkish tersebut dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada pertemuan Oktober 2022.
“Artinya Indonesia sudah melakukan mitigasi merespons kenaikan ini. Di sisi lain, sekalipun suku bunga memicu kenaikan suku bunga Bank Indonesia, secara fundamental prospek ekonomi Indonesia masih kuat. Apalagi kalau diperhatikan, cukup banyak lembaga ekonomi global yang menyebutkan ekonomi Indonesia resilien di tengah ketidakpastian saat ini,” kata Nico, Kamis (3/11/2022).
Resiliensi ekonomi Indonesia ini, lanjut Nico, membuat posisi Indonesia sebagai destinasi investasi tidak bergeser. Indonesia masih dipandang sebagai tujuan investasi di tengah risiko perlambatan ekonomi global.
Baca Juga
“Yang perlu diperhatikan, laporan keuangan kuartal III/2022 juga sangat bagus. Hal ini menunjukkan bahwa secara mikro ekonomi juga kuat,” lanjutnya.
Dia tidak memungkiri Jika kenaikan suku bunga The Fed bakal memperbesar arus modal keluar di kalangan investor asing. Meski demikian, Nico berpandangan spread atau selisih antara suku bunga BI dan The Fed yang dijaga di level premium bisa meminimalisir hal tersebut.
“Kalau jarak makin sedikit, sementara investment rating kita BBB dan mereka AAA, tentu investor berpikir ulang untuk investasi di Indonesia. Makin besar divergensi kebijakannya, makin besar pula capital outflow,” kata Nico.
Nico melanjutkan bahwa langkah BI untuk menaikkan suku bunga telah meredam arus modal keluar yang lebih besar. Nico menilai bahwa sampai akhir tahun pasar modal RI masih menarik dengan magnet dari kinerja saham-saham sektor perbankan, energi, dan konsumer non cyclical.