Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya menjadi 4,74 persen. Hal ini dinilai akan berdampak negatif bagi saham, reksa dana, maupun obligasi dalam jangka panjang, tetapi cukup menjadi sinyal positif untuk jangka pendek.
Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi mengatakan, dalam jangka pendek investor asing melihat kenaikan suku bunga 50 basis poin sebagai sinyal positif upaya Bank Indonesia mengejar ketertinggalan dalam kebijakan.
“Oleh sebab itu, investor asing memutuskan untuk merealokasi aset mereka dari obligasi, reksa dana pasar uang, maupun reksa dana fixed income ke saham,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Senin (24/10/2022).
Lionel menyebutkan, secara keseluruhan dana asing masih tercatat keluar dari Indonesia, tapi dalam komposisi asing sedang memperbanyak posisi mereka di IHSG. Oleh karena itu, IHSG masih bergerak di zona hijau dalam sepekan terakhir.
“Menurut saya, momen ini dapat digunakan oleh investor baik institusi maupun ritel untuk memperkuat posisi defensif di IHSG, misalnya dengan membeli saham-saham big banks, telco, serta consumer, dan retail staples,” ujarnya.
Untuk jangka pendek hingga akhir tahun, Lionel merekomendasikan investor dapat menyisihkan sebagian dananya untuk membeli saham-saham sektor cyclical terutama di sektor batu bara dan migas.
Baca Juga
“Saham-saham LQ45 maupun IDX30 juga bisa menjadi pertimbangan, untuk investor reksadana disarankan masuk ke produk-produk reksadana yang berbasis blue chips,” imbuhnya.
Sementara itu, untuk investor yang masih tertarik dengan fixed income, disarankan untuk mencari obligasi jangka panjang dengan tenor 20 tahun.