Bisnis.com, JAKARTA - Emiten BUMN maskapai, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) masih belum bisa memastikan Chairul Tanjung melalui Trans Airways yang memegang minoritas saham akan mengambil jatah rights issue atau tidak.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menerangkan belum dapat memastikan keikutsertaan CT Corp dalam rights issue Desember 2022.
Menurutnya, Trans Airways yang memegang 28,27 persen saham Garuda masih terus dalam komunikasi berkelanjutan dengan manajemen sebagai pemegang saham minoritas.
"Kami tidak dalam kapasitas menjawab pemegang saham mana yang akan exercise rights-nya dan terus melakukan komunikasi dengan pemegang saham minoritas apa yang akan terjadi dengan perusahaan kemudian hari. Jadi tidak bisa mengkonfirmasi apakah akan participate atau tidak," terangnya dalam paparan publik insidentil, Kamis (20/10/2022).
Kendati belum dapat memastikan keikutsertaan CT dalam rights issue, GIAA tetap optimistis dapat meraup dana segara sebesar Rp12,4 triliun dalam rights issue. Dana tersebut berasal dari penyertaan modal negara Rp7,5 triliun dan Rp4,9 triliun dari publik dan pemegang saham minoritas.
Garuda juga telah menyiapkan berbagai skenario terkait rights issue ini termasuk jika CT tidak mengambil jatahnya. GIAA menyiapkan tiga skenario rights issue.
Baca Juga
Skenario pertama, yakni pemerintah menyuntikan modal Rp7,5 triliun, disertai Trans Airways mengambil HMETD secara 100 persen dan publik sama sekali tidak mengambil porsi HEMTD. Pada skenario ini, asumsi eksekusi saham Rp50 per lembar saham, diperkirakan proforma kepemilikan saham pemerintah masih tetap menjadi mayoritas dengan menjadi 53,12 persen dari sebelumnya 60,54 persen.
Rincian kepemilikan saham lain, di antaranya Trans Airways akan berubah persentase kepemilikan dari 28,26 persen menjadi 22,13 persen. Selanjutnya, kepemilikan publik berubah dari 11,2 persen menjadi 0,83 persen, sedangkan kreditur menjadi memiliki saham GIAA sebanyak 23,92 persen.
Dalam skenario kedua, seluruh pemegang saham Garuda menggunakan haknya membeli saham baru, dengan pembelian Trans Airways 100 persen dan publik 40 persen. Menggunakan skenario harga 50 per lembar saham, kepemilikan pemerintah berubah menjadi 51,43 persen.
Adapun, dalam skenario ini, kepemilikan Trans Airways akan berubah menjadi 21,42 persen, sementara publik menjadi 3,88 persen. Terakhir, kepemilikan saham kreditur menjadi 23,27 persen.
Skenario ketiga atau skenario terburuk, dimana Trans Airways dan publik tidak mengambil jatah HMETD milik mereka. Dengan skenario harga Rp50 per lembarnya, persentase kepemilikan pemerintah akan menjadi lebih besar menjadi 66,43 persen.
Sementara itu, kepemilikan Trans Airways dari 28,26 persen menjadi hanya 2,62 persen, sedangkan kepemilikan publik juga terdilusi dari 11,2 persen menjadi hanya 1,04 persen. Selain itu, kepemilikan kreditur menjadi 29,92 persen.