Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah pada perdagangan hari ini, Selasa (11/10/2022).
Mengutip data Bloomberg pukul 15.15 WIB, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,26 persen atau turun 40 poin dan membawanya ke posisi Rp15.358 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS terpantau menguat tipis 0,02 persen berada di level 113,17.
Sejumlah mata uang di kawasan Asia Pasifik tercatat melemah terhadap dolar AS, di antaranya dolar Taiwan turun 0,74 persen, won Korea Selatan turun 0,61 persen, ringgit Malaysia turun 0,50 persen, baht Thailand turun 0,32 persen, yuan Cina turun 0,27 persen, rupee India turun 0,05 persen, dan dolar Singapura turun 0,03 persen
Sementara itu, mata uang Asia Pasifik yang menguat pada penutupan perdagangan hari ini adalah peso Filipina naik 0,21 persen, dan yen Jepang naik 0,12 persen.
Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan menguatnya nilai dolar AS seiringan dengan kekhawatiran investor terhadap kenaikan suku bunga. Selain itu, eskalasi dalam perang Rusia-Ukraina juga menjadi faktor lainnya.
"Sementara imbal hasil Treasury melonjak karena keruntuhan yang mengerikan di pasar obligasi Inggris memantul di sekitar pasar obligasi global," ujar Ibrahim dalam risetnya pada Selasa (11/10/2022).
Baca Juga
Lebih lanjut, Ibrahim mengatakan harga berjangka menunjukkan pedagang berekspektasi bank sentral AS alias The Fed akan menaikan suku bunga sebanyak 75 basis poin pada bulan depan. Adapun suku bunga dana The Fed mencapai 4,5 persen pada Februari 2022 dan relatif stagnan pada tahun 2023.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memberi peringatakan bahwa risiko resesi global akan meningkat. Inflasi tetap menjadi masalah setelah Rusia menjalankan operasi khusus ke Ukraina.
Hal ini membuat pertumbuhan negara maju menjadi melambat dan depreseiasi mata uang banyak terjadi di negara berkembang.
Roda perekonomian benua Eropa kian melambat lantaran melonjaknya harga gas. Selain itu, melambatnya perekonomian Cina juga terjadi dengan adanya kebijakan zero Covid policy dan volatilitas pada sektor perumahan.
"IMF menghitung bahwa sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan," jelas Ibrahim.
Ibrahim mengatakan perlambatan pertumbuhan negara maju ditambah kenaikan suku bunga, risiko iklim dan tingginya harga komoditas sangat memukul negara berkembang. Indonesia pun bisa terkena dampaknya meski saat ini Produk Domestik Bruto (PDB) 2022 masih relatif baik.
Ibrahim memprediksi rupiah dibuka berfluktuatif. Namun, untuk penutupan ia memprediksi rupiah melemah di rentang Rp15.350 sampai Rp15.400.