Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga Bank Indonesia Naik Terus Ini Imbasnya ke Pasar Modal

Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-day repo rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) pada September 2022. Apa dampak ke Pasar Modal?
Karywan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (20/9/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karywan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (20/9/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-day repo rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) pada September 2022, dan diperkirakan berpotensi kembali meningkatkan suku bunga menjelang pengujung tahun.

Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menjelaskan kenaikan suku bunga menjadi 4,25 persen tersebut lebih besar dari perkiraan.

“DBS Group Research memperkirakan kenaikan suku bunga BI 75 bps setidak-tidaknya pada akhir 2022 menjadi 5 persen dengan risiko peningkatan di luar ekspektasi,” ujarnya dalam riset, dikutip Rabu (5/10/2022).

Radhika melanjutkan, arah kebijakan BI tidak akan melunak seiring dengan risiko dua arah, yakni inflasi domestik yang meningkat akibat kenaikan harga BBM, dan tekanan mata uang akibat menguatnya dolar AS karena kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) yang cenderung hawkish terlepas dari kuatnya neraca perdagangan.

Selain itu, ketahanan dalam tren pertumbuhan ekonomi juga mendorong pembuat kebijakan untuk melakukan tindakan agresif secara dini, ketimbang melakukannya secara berangsur-angsur.

Di sisi lain, BI juga kemungkinan akan melanjutkan operation twist untuk mengendalikan suku bunga jangka panjang.

“Hal ini memungkinkan suku bunga jangka pendek menyesuaikan diri dengan likuiditas dan perubahan kebijakan,” imbuh Radhika.

Sebelumnya, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer  menyatakan, posisi inflasi Indonesia yang dinilai baik karena leverage yang rendah, struktur neraca perdagangan yang lebih baik, kebijakan fiskal yang hati-hati terutama setelah kenaikan harga BBM.

“Risiko utama investasi pasar modal mencakup gangguan daya beli, lonjakan harga minyak mentah, pelemahan rupiah dan pengetatan likuiditas domestik di tengah defisit fiskal yang muncul,” ujarnya dalam acara Media Gathering & Presentasi Macroeconomic Outlook Bank Mandiri, Selasa (4/10/2022).

Lebih lanjut, Adrian mengungkapkan sejumlah sentimen investasi pasar modal, antara lain kenaikan consumer price index (CPI) dalam negeri dan kenaikan suku bunga yang berisiko terhadap daya beli masyarakat menengah ke bawah, serta risiko normalisasi harga komoditas setelah kuartal IV/2022 di tengah pasokan bahan bakar fosil.

Sebagai informasi, inflasi pada September 2022 menyentuh 5,95 persen seiring kenaikan harga BBM. Tingkat inflasi tersebut merupakan kenaikan tertinggi sejak 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper