Bisnis.com, JAKARTA - Emiten BUMN karya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) menargetkan akan menjual atau divestasi 2 asetnya pada sisa tahun ini dalam rangka mengurangi (leverage) beban neraca keuangan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Wijaya Karya Adityo Kusumo menjelaskan perseroan bakal melakukan sejumlah divestasi aset dalam rangka menyeimbangkan neraca keuangan.
"Di tahun ini ada satu atau dua lagi asset recycling dilakukan, tetapi karena keterbukaan informasi bursa kami belum dapat mengumumkannya," jelasnya dalam paparan publik, Selasa (13/9/2022).
Divestasi aset ini sebagai bagian dari upaya emiten bersandi WIKA ini mengurangi beban neraca keuangannya dan dalam rangka menyikapi kenaikan suku bunga.
"Kami akan reprofiling dan lock in jadi cost of fund lebih stabil ke depan. Kami akan kurangi leverage neraca, akan asset recycling, terutama non core asset di jangka menengah akan ada aksi korporasi aset recycling tersebut," terangnya.
Per semester I/2022, posisi kas dan setara kas WIKA hanya Rp3,28 triliun, sedangkan utang berbunga atau interest bearing debt mencapai Rp32,92 triliun.
Baca Juga
Adapun, posisi utang obligasi WIKA mencapai Rp10 triliun dengan beban bunga rata-rata 8,54 persen. Dari jumlah tersebut, obligasi jatuh tempo paling banyak pada 2028 senilai Rp2,72 triliun.
WIKA telah melakukan divestasi dua aset pada tahun ini. Pada Juni 2022, grup dengan market share EPC terbesar di Indonesia ini menjual ruas jalan tol Kunciran-Cengkareng.
Induk dari WEGE dan WTON ini menjual saham yang dimilikinya sebanyak 3,46 juta lembar saham atau seluruh saham yang dimiliki WIKA di PT Jasamarga Kunciran-Cengkareng ke JSMR. Wijaya Karya dan JSMR yang telah disepakati harga jual beli saham sebesar Rp51,13 miliar.
Kedua, WIKA juga telah melakukan divestasi kepemilikannya di Pelabuhan Belawan atau pada PT Prima Terminal Petikemas pada kuartal III/2022 ke PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) atau sub holding petikemas Pelindo.
Subholding PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo itu mengakuisisi masing-masing 15 persen saham yang sebelumnya dimiliki oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT Hutama Karya (Persero).