Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Pertalite dan Solar Naik Kendati Harga Minyak Dunia Mendingin

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar kendati harga minyak global tengah mendingin.
Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar kendati harga minyak global tengah mendingin.

Berdasarkan data Bloomberg hingga Sabtu (3/9/2022) menunjukkan harga minyak mentah Brent berada di angka US$93,02 per barel untuk pengiriman November. Harga itu kembali mengalami penguatan tipis 0,71 persen dari posisi perdagangan kemarin.

Tren penguatan harga yang relatif kecil juga diikuti jenis minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Oktober 2022. Pada perdagangan hari ini, WTI dipatok dengan harga US$86,87 per barel atau naik 0,30 persen dari posisi sebelumnya.

Adapun harga minyak dunia masih berpotensi melemah hingga akhir tahun 2022 di tengah sejumlah sentimen seperti penurunan permintaan dari China dan pembahasan kesepakatan nuklir Iran.

Meski demikian, OPEC+ diprediksi akan mengambil langkah–langkah strategis untuk mengerek harga hingga ke level US$100 per barel.

Komisaris Utama PT HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo menjelaskan, harga minyak mentah masih cenderung tertekan karena OPEC+ tidak membahas potensi pengurangan produksi minyak mentah hingga saat ini.

Harga minyak sempat reli pada pekan lalu ketika Arab Saudi membahas kemungkinan bahwa OPEC+ perlu membatasi pasokan karena terputusnya harga minyak berjangka.

“Pasar akan mencermati pertemuan OPEC+ pada Senin, 5 September yang membahas tingkat produksi minyak mentah,” kata Sutopo saat dihubungi Bisnis, dikutip Minggu (4/9/2022).

Pelemahan harga minyak juga disebabkan oleh penurunan indeks S&P 500. Tercatat, indeks tersebut terkoreksi ke level terendah dalam 6 pekan terakhir pada Kamis kemarin. Hal ini membuat kepercayaan pasar terhadap prospek ekonomi dan permintaan energi melemah.

Sutopo melanjutkan, pergerakan harga minyak global ke depannya akan dipengaruhi oleh sejumlah sentimen. Faktor pendukung untuk harga minyak adalah komentar dari Iran yang mengatakan bahwa pembicaraan dengan AS terkait kesepakatan nuklir akan berlarut-larut hingga bulan depan.

“Pernyataan ini mengekang spekulasi bahwa kesepakatan yang akan segera terjadi nantinya mencabut sanksi terhadap Iran. Sehingga, Iran nantinya dapat mengekspor minyak ke pasar global,” jelas Sutopo.

Sementara itu, berkurangnya permintaan dari China akan menjadi faktor bearish untuk harga minyak mentah. Permintaan minyak China pada Juli tercatat turun 9,7 persen yoy menjadi 12,16 juta barel per hari. Permintaan minyak China pada Januari-Juli turun 4,6 persen yoy menjadi 12,74 juta barel per hari.

Sutopo memprediksi OPEC+ akan menahan harga minyak dunia di angka US$100 hingga akhir tahun. Langkah tersebut akan dilakukan melalui pengurangan produksi minyak global.

Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan harga minyak mentah dunia masih cenderung fluktuatif kendati terlihat pelemahan belakangan ini. Dengan demikian, Arifin menegaskan harga minyak mentah di perdagangan hari-hari ini tidak dapat menjadi patokan untuk kebijakan jangka panjang.

“Harga minyak mentah trennya turun naik setiap hari, ini tidak bisa dijadikan patokan jangka panjang,” kata Arifin saat konferensi pers di Istana Negara, Sabtu (3/9/2022).

Menilik situasi itu, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Pertalite dari posisi awal Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, diikuti Solar subsidi dari harga awal Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter.

Adapun pemerintah turut mengerek harga Pertamax non subsidi dari angka Rp12.500 ke posisi Rp14.500 per liter.

Presiden Jokowi pun mengatakan pemerintah telah berupaya kuat melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Bahkan, Jokowi mengakui ingin menjaga harga BBM dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi.

“Tetapi anggaran subsidi dan kompensasi tahun 2022 telah meningkat  tiga kali lipat dari Rp152,2 triliun menjadi Rp502,4 triliun dan itu akan meningkat terus dan lagi lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” katanya dalam siaran resminya secara virtual, Sabtu (3/9/2022).

Menurutnya, keputusan untuk menaikkan harga BBM subsidi merupakan hal yang sulit dan opsi terakhir yang akan dilakukan pemerintah. Tetapi, beban subsidi yang terus meningkat memaksa pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM sehingga harga BBM yang selama ini mendapatkan subsidi akan mengalami penyesuaian.

Penyesuaian harga BBM itu terjadi untuk Pertalite dari harga awal Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, diikuti Solar subsidi dari harga awal Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. 

Adapun pemerintah turut mengerek harga Pertamax non subsidi dari angka Rp12.500 ke posisi Rp14.500 per liter.

Kementerian Keuangan memperkirakan bahwa jika kondisi itu terus berlanjut, kebutuhan anggaran subsidi BBM akan meningkat Rp189 triliun, sehingga totalnya pada 2022 mencapai Rp700 triliun. Perhitungan itu bahkan hanya mencakup Pertalite dan Solar, belum termasuk LPG 3 kilogram dan listrik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper