Bisnis.com, JAKARTA – Potensi resesi di AS berpotensi memicu keluarnya aliran dana asing (capital outflow) dari pasar modal Indonesia. Meski demikian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dinilai masih mampu bertahan di kisaran 7.000 dan dapat menembus 7.300.
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Budi Frensidy menjelaskan, salah satu sentimen yang akan mempengaruhi prospek pasar modal Indonesia adalah potensi resesi yang membayangi AS.
Budi menuturkan, seiring dengan hal tersebut, The Fed telah mengindikasikan kebijakannya untuk tetap meningkatkan suku bunga hingga level inflasi dapat dikendalikan.
“Beberapa pihak bahkan juga menyebutkan AS perlu masuk ke resesi untuk dapat menurunkan inflasi,” kata Budi dalam Kelas Edukasi Jurnalis yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Selasa (30/8/2022).
Jika resesi di AS terealisasi, Budi menuturkan sejumlah negara akan turut terdampak dan terjerat resesi. Potensi tersebut juga membayangi perekonomian dan pasar modal Indonesia ke depannya.
“Indonesia juga pasti akan terkena resesi jika AS mengalaminya, tetapi menurut saya dampaknya tidak akan begitu signifikan,” jelasnya.
Baca Juga
Budi melanjutkan, resesi tersebut akan berimbas pada derasnya capital outflow dari pasar modal Indonesia. Hal ini akan mengurangi keyakinan investor asing terhadap pasar Indonesia yang nantinya turut menekan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Prediksi saya IHSG masih akan berada di kisaran 7.000 an, kemungkinan pada level 7.100 dan paling tinggi di 7.300,” pungkasnya.
Sebelumnya, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menjelaskan, pergerakan IHSG pada semester II/2022 salah satunya akan dipengaruhi oleh laju inflasi di Eropa dan AS. Ia memaparkan, inflasi tinggi di kawasan tersebut berpeluang menekan indeks global, yang nantinya akan turut berdampak pada IHSG.
Selain itu, kondisi pasar Indonesia juga akan dipengaruhi oleh langkah The Fed yang menaikkan suku bunga secara agresif. Ia memprediksi, langkah ini kemungkinan akan diikuti Bank Indonesia dalam beberapa waktu ke depan.
“Kenaikan kasus covid di Indonesia belakangan ini juga bisa menjadi sentimen negatif jangka pendek untuk IHSG,” jelasnya.
Di sisi lain, kondisi perekonomian Indonesia yang optimal di tengah tekanan pasar global dapat menjadi sentimen positif untuk mengerek naik IHSG pada sisa tahun ini.
Ia memperkirakan, pergerakan IHSG di awal semester II kemungkinan akan terkoreksi ke level 6.500 – 6.600. Setelah itu, IHSG akan kembali menguat ke kisaran 7.400 – 7.500 hingga akhir tahun.
“Setelah koreksi, IHSG berpeluang menguat pada kuartal IV/2022 mendatang,” Imbuhnya.