Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nada Hawkish The Fed dan Kenaikan Harga BBM, Pasar Modal Kebal?

Sinyal hawkish The Fed dan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi menjadi sentimen yang memicu volatilitas pasar modal.
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta, Senin (25/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta, Senin (25/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Sinyal hawkish The Fed dan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi menjadi sentimen yang memicu volatilitas pasar modal hingga akhir kuartal III/2022. Sejumlah strategi perlu dicermati investor untuk menjaga kinerja portofolionya.

Riset dari Bareksa pada Senin (29/8/2022) memaparkan, sejumlah sentimen dapat memicu fluktuasi di pasar reksa dana, salah satunya adalah langkah Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuannya menjadi 3,75 persen.

BI mencatat pertumbuhan kredit pada Juli 2022 sebesar 10,5 persen yoy dan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya pada posisi 10,4 persen yoy. Kredit konsumsi tercatat tumbuh dari 9,4 persen di Juni menjadi 10 persen pada Juli 2022.

Sentimen lain berasal dari Simposium The Fed akhir pekan lalu yang mengindikasikan Bank Sentral AS tersebut akan tetap agresif menaikkan suku bunganya mengingat laju inflasi yang masih cukup tinggi.

“Dengan meningkatnya ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga yang lebih agresif, maka pasar modal Indonesia akan mengalami tekanan akibat melemahnya nilai tukar rupiah,” demikian kutipan laporan tersebut.

Selain itu, rencana kenaikan harga BBM bersubsidi juga membuat investor domestik khawatir terhadap laju pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun ini. Tingginya inflasi bahan pangan selama beberapa bulan terakhir serta minimnya kenaikan UMR nasional diprediksi akan menggerus daya beli masyarakat.

Seiring dengan sentimen tersebut, Bareksa mengatakan investor dapat melakukan strategi investasi langsung (direct) ke instrumen reksa dana. Investor dengan profil risiko agresif untuk wait and see terlebih dahulu.

“Investor dapat mencermati reksa dana saham dan reksa dana berbasis indeks saham berkapitalisasi besar (big caps) jika IHSG mengalami penurunan di bawah level 7.000,” jelasnya.

Sementara itu, untuk investor profil risiko moderat dapat tetap melakukan akumulasi beli bertahap pada reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi. Selain itu, diversifikasi pada reksa dana pasar uang juga dapat menjadi opsi bagi investor.

Bareksa juga merekomendasikan investor untuk masuk ke instrumen sukuk ritel (SR) seri SR017. Hal ini mengingat kupon SR017 yang menarik sebesar 5,9 persen per tahunnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper