Bisnis.com, JAKARTA – Emiten penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menargetkan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue senilai Rp7,5 triliun dapat terlaksana tahun ini.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perseroan mengupayakan agar rights issue dapat terjadi di tahun ini, meskipun saham Garuda Indonesia saat ini tengah mengalami suspensi.
"Kami kejar [rights issue]. Pastinya tahun ini," ujar Irfan kepada Bisnis, dikutip Minggu (28/8/2022).
Dia melanjutkan, proses rights issue Garuda Indonesia tidak tertunda akibat suspensi saham dan proses hukum yang dijalani oleh emiten berkode saham GIAA ini.
"Rights issue enggak tertunda, tapi memang berproses. Soal suspensi [saham], kami koordinasi terus," ucapnya.
Sebagai informasi, suspensi saham GIAA akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023. Jika suspensi tak kunjung dibuka selama 24 bulan, saham GIAA berpotensi didepak dari Bursa atau mengalami delisting.
Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, Bursa telah mengetahui GIAA mendapatkan persetujuan perjanjian perdamaian dalam proses PKPU yang dilakukan dalam rangka restrukturisasi pemenuhan kewajiban kepada seluruh krediturnya.
"Namun, sehubungan adanya pengajuan kasasi atas perjanjian perdamaian tersebut dari krediturnya, maka Bursa dapat mempertimbangkan pembukaan suspensi efek kedua perseroan tersebut," kata Nyoman, Selasa (23/8/2022).
Dia melanjutkan, Bursa juga dapat mempertimbangkan pembukaan suspensi dalam hal perjanjian perdamaian telah berkekuatan hukum tetap, dan seluruh kewajiban penyebab suspensi efek telah terpenuhi, termasuk juga pelaksanaan public expose insidentil oleh kedua emiten jika diperlukan.