Bisnis.com, JAKARTA - PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) mengalami tekanan yang bertubi-tubi dalam beberapa pekan terakhir akibat kenaikan harga bahan baku yang terkerek naik.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham berkode SIDO tersebut mengawali perdagangan pada Senin, (1/8/2022) dengan koreksi sebesar 6,63 persen ke posisi Rp845. Selama semester I/2022, SIDO telah melemah 10,11 persen dari harga saham sebelumnya senilai Rp940.
Sebelumnya, pada perdagangan akhir pekan pada Jumat (29/7/2022) saham SIDO ambles hingga batas auto rejection bawah (ARB) 7 persen hingga penutupan sesi pertama. Data BEI menyebutkan, harga saham SIDO akhir pekan lalu anjlok mencapai 6,70 persen ke level Rp905 dengan nilai transaksi Rp95,88 miliar.
Sementara itu, volume perdagangan per akhir Juli 2022 mencapai 104,53 juta, melebihi volume perdagangan dalam sebulan terakhir sebanyak 14,98 juta saham.
Pada perdagangan hari ini, Selasa (2/8/2022), saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) terpantau langsung amblas 6,51 persen ke Rp790.
Seperti diketahui, inflasi harga bahan baku menjadi faktor utama yang menggerus laba SIDO. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mengalami penurunan 11,35 persen dari Rp502 miliar menjadi Rp445,59 miliar pada 6 bulan pertama 2022.
Baca Juga
Hal ini dipicu oleh penjualan yang turun 2,53 persen menjadi Rp1,61 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp1,65 triliun.
SIDO mampu menekan beban penjualan dan pemasaran dari Rp223,95 miliar menjadi Rp195,24 miliar. Namun, beban umum dan administrasinya malah meningkat dari Rp98,68 miliar menjadi Rp119,86 miliar.
Alhasil, laba usaha SIDO turun 10 persen menjadi Rp558,61 miliar per 30 Juni 2022 ini dari posisi Rp620,74 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Tidak hanya itu, yang memprihatinkan, posisi aset SIDO ikut turut tergerus menjadi Rp3,57 triliun per 30 Juni 2022 dari posisi Rp4,06 triliun pada akhir tahun lalu. Hal ini seiring penurunan tajam pada posisi kas dan setara kas yang menjadi Rp601,32 miliar dari Rp1,08 triliun.
Sebelumnya, Direktur Utama Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul David Hidayat belum lama ini mengakui bahwa pelemahan rupiah memang berdampak pada kenaikan harga bahan baku produk minuman dan kemasan.
"Untuk mengatasi inflasi yang terjadi kami berusaha menekan biaya termasuk biaya produksi dengan melakukan beberapa efisiensi," jelasnya kepada Bisnis, Minggu (10/7/2022).
Selain efisiensi, produsen Tolak Angin ini juga melakukan penyesuaian harga jual beberapa produknya. Di sisi lain, permintaan ekspor meningkat, kendati kontribusi terhadap total pendapatan masih belum terlalu besar.
Sementara itu, Analis Indo Premier Sekuritas Kevie Aditya dan Andrianto Saputra mengatakan penurunan kinerja Sido Muncul disebabkan harga bahan baku yang meningkat dan volume penjualan yang lebih rendah.
“Ini mencerminkan tren di mana orang mengalihkan pengeluarannya dari produk yang berhubungan dengan kesehatan saat memasuki musim endemi,” ujar mereka dalam riset harian yang dikutip, Senin (1/8/2022). Risiko inflasi yang meningkat akhirnya menurunkan rekomendasi saham SIDO, dari beli menjadi hold dengan target harga Rp950.