Bisnis.com, JAKARTA - PT Mahkota Group Tbk (MGRO) optimistis mampu mencatatkan laba bersih hingga akhir tahun 2022 setelah mencatat kerugian pada semester I/2022.
MGRO membukukan pendapatan senilai Rp4,17 triliun pada semester I/2022. Pendapatan ini meningkat 57,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu terdorong oleh tingginya harga produk turunan sawit.
Selain pendapatan, laba bruto perseroan juga meningkat sebesar 35,15 persen year-on-year (YoY) dari Rp339 miliar pada semester I/2021 menjadi Rp459 miliar per Juni 2022.
Sementara itu, laba operasional MGRO meningkat 67,9 persen YoY dari Rp36,3 miliar menjadi Rp60,9 miliar.
Kendati demikian, MGRO membukukan rugi bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp2,58 miliar pada semester I/2022 dari laba bersih Rp1,1 miliar pada 6 bulan pertama 2021.
Terkait hal tersebut, Sekretaris Perusahaan MGRO Elvi mengatakan, pihaknya masih optimistis MGRO dapat membukukan laba bersih di sisa tahun 2022.
Baca Juga
"Secara tahunan perseroan menargetkan pendapatan Rp12 triliun dan laba bersih Rp200 miliar di tahun 2022," katanya saat dihubungi, Selasa (2/8/2022).
Seiring dengan hal tersebut, MGRO akan mempercepat produksi minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan domestik. Elvi mengatakan, hal ini merupakan salah satu persyaratan dari Pemerintah untuk dapat memperoleh Persetujuan Ekspor.
Percepatan produksi minyak goreng diharapkan dapat memaksimalkan ekspor, sehingga secara bertahap mengurangi stok produksi yang masih melimpah.
Sebelumnya, Direktur Utama Mahkota Group Usli Sarsi, kerugian yang cukup besar di sektor refinery hingga berakibat penurunan laba bersih MGRO lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah atas industri kelapa sawit yang mengalami perubahan cukup dinamis.
Perubahan tersebut berimbas pada penjualan ekspor crude palm oil (CPO) beserta produk-produk turunannya beberapa waktu lalu dan menyebabkan pada penumpukan stok produksi dan penurunan harga secara global.
“Hal utama yang menjadi penopang kerugian adalah kebijakan pemerintah yang berubah cukup dinamis sehingga penjualan ekspor menjadi terhambat dan tidak maksimal,akibatnya persediaan naik drastis,” kata Usli kepada Bisnis belum lama ini.