Bisnis.com, JAKARTA — PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) meningkatkan peringkat sejumlah perusahaan di beberapa sektor seiring dengan kinerja yang semakin membaik.
Kepala Divisi Pemeringkatan Nonjasa Keuangan I Pefindo Niken Indriarsih memaparkan, sejumlah perusahaan dalam kategori nonjasa keuangan I direvisi naik peringkat.
“Ada 5 perusahaan yang kami revisi naik atau outlook-nya kami revisi dari stabil menjadi positif,” jelasnya dalam acara konferensi pers virtual, Selasa (19/7/2022).
Sejumlah perusahaan yang peringkatnya meningkat di antaranya PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), PT Global Mediacom Tbk. (BMTR), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (INKP), PT Lautan Luas Tbk. (LTLS), dan PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC).
Perubahan peringkat tersebut rata-rata dari idA stable atau idA+ stable menjadi idA positif atau idA+ positif.
Niken menambahkan, peningkatan peringkat menunjukkan dalam setahun ke depan ada kemungkinan perusahaan akan kembali meningkat atau kembali ke posisi stabil.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Divisi Pemeringkatan Nonjasa Keuangan II Pefindo Yogie Surya Perdana menambahkan, di kategori nonjasa keuangan II ada beberapa perseroan dengan peringkat yang semakin baik.
Sederet perusahaan tersebut antara lain PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA), PT Hutama Karya (Persero), PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL), PT Jakarta Lingkar Baratsatu, dan PT Wahana Inti Selaras.
Yogie menjelaskan, kinerja sejumlah perseroan terbukti resilient selama pandemi Covid-19 dan mencatatkan kinerja keuangan yang kuat atau di atas ekspektasi, contohnya HEAL dan SMRA.
“Di tengah pandemi, kinerja HEAL terbukti resilient dan kami ekspektasi ke depannya akan normal, meskipun sekarang kasus Covid-19 meningkat. SMRA juga mencatatkan kinerja keuangan di atas ekspektasi,” ujar Yogie.
Selama periode 1 April hingga 15 Juli 2022, sektor yang mendominasi pemeringkatan mencakup sektor konstruksi, telekomunikasi, properti, manufaktur, kimia, energi listrik, serta makanan dan minuman.
Total penerbitan surat utang nasional kuartal II/2022 didominasi oleh non BUMN senilai Rp18,43 triliun, sedangkan BUMN senilai Rp13,93 triliun.
Surat utang BUMN paling banyak diterbitkan oleh perusahaan sektor konstruksi dan bank, sedangkan non BUMN mayoritas berasal dari sektor finansial, pulp dan kertas, serta pertambangan.