Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah di hadapan dolar AS ditutup menguat pada pedagangan awal pekan, Senin (18/7/2022) diiringi melemahnya indeks dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, pada 15.00 WIB mata uang Garuda ditutup menguat 0,10 persen atau 15,5 poin ke Rp14.981 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS melemah 0,45 persen ke 107,58.
Bersama dengan rupiah, mata uang dolar Taiwan juga menguat 0,16 persen, won Korea Selatan menguat 0,67 persen, yen Jepang menguat 0,45 persen, dan yuan China menguat 0,19 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Bejangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa dolar AS turun pada Senin disebabkan ekspektasi investor terhadap kenaikan suku bunga agresif dari Federal Reserve AS juga surut karena data penjualan ritel inti AS yang kuat. Meskipun kekhawatiran tentang pasokan gas Eropa membatasi penjualan dolar AS.
Pipa Nord Stream 1, pipa terbesar yang membawa gas alam Rusia ke Jerman, memulai pemeliharaan tahunannya pada 11 Juli karena 10 hari terakhir. Pasar khawatir bahwa penutupan dapat diperpanjang karena perang di Ukraina. Kelangkaan gas akan melanda Jerman, ekonomi terbesar keempat di dunia.
Investor juga mengawasi inflasi AS dan kemungkinan resesi yang disebabkan oleh pengetatan moneter. Ekspektasi Inflasi 5 Tahun Michigan Amerika Serikat yang dirilis pada Jumat turun menjadi 2,8 persen untuk Juli dari 3,1 persen pada Juni. Pejabat Fed mengisyaratkan bahwa mereka akan tetap pada kenaikan suku bunga 75 basis poin selama pertemuan mereka pada 26-27 Juli untuk menurunkan inflasi.
Baca Juga
Dari sisi internal, ada 15 daftar negara yang berpotensi mengalami resesi ekonomi dan Indonesia berada pada urutan ke 14. Namun, kalau dilihat dari kondisi ekonomi saat ini, kemungkinan Indonesia mengalami resesi sangat kecil karena Indonesia terus menjaga momentum pemulihan ekonominya pasca Covid-19 dengan berbagai instrumen kebijakan yang relatif aman.
“Perlu untuk kita ketahui inflasi di negara-negara maju dan negara berkembang saat ini tidak semata-mata disebabkan oleh disrupsi global saja. Sebagian besar disebabkan oleh kebijakan internal negara masing-masing,” ungkap Ibrahim dalam riset harian, Senin (18/7/2022).
Sementara itu, inflasi global sudah dimulai sejak masa pandemi Covid-19 ketika pemerintah di masing-masing negara mulai menyuntikkan paket stimulus ke dalam ekonominya. Permintaan menjadi naik namun dari sisi rantai pasokan masih terganggu sehingga harga komoditas menjadi tinggi.
Kemudian, diperparah dengan adanya perang Rusia-Ukraina karena Rusia adalah salah satu negara eksportir minyak terbesar di dunia dan Ukraina adalah salah satu negara pengekspor gandum dan minyak biji matahari.
Di Indonesia, walaupun harga minyak dunia meningkat namun pemerintah masih belum menaikkan harga BBM bersubsidi, begitu juga dengan pangan. Walaupun Indonesia merupakan pengimpor gandum namun dampaknya tidak secara langsung terasa pada harga-harga komoditas yang menggunakan bahan baku gandum seperti Mie instan dan roti.
Untuk perdagangan besok, Selasa (18/7/2022), Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.960 - Rp15.010 per dolar AS.