Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat bisa menjadi berkah bagi emiten-emiten dengan pendapatan ekspor yang besar. Namun situasi ini bisa menjadi tekanan bagi emiten dengan ketergantungan impor tinggi dalam operasional usahanya.
Mata uang rupiah ditutup melemah di hadapan dolar AS dan hampir menembus Rp15.000 pada perdagangan Selasa (5/7/2022). Berdasarkan data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup turun 22 poin atau 0,15 persen ke level Rp14.993 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar di pasar spot tercatat menguat 0,49 persen ke level 105,66.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan dolar terjadi karena dorongan dari rebound dalam imbal hasil Treasury 10-tahun AS yang melewati 2,95 persen setelah dibuka kembali dari hari libur.
Penguatan dolar juga dipengaruhi oleh sentimen rencana Presiden AS Joe Biden menghapus beberapa tarif impor atas produk asal China dalam rangka mengatasi inflasi.
Dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan sinyal kebijakan baru dalam menyikapi perkembangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian dan mempengaruhi kondisi dalam negeri. Hal ini ditandai dengan risiko stagflasi seiring dengan kenaikan suku bunga dan kebijakan secara global di tengah ekonomi yang baru pulih, serta makin luasnya kebijakan proteksionisme oleh berbagai negara.
Ibrahim mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif pada perdagangan besok, tetapi ditutup melemah di rentang Rp14.990—Rp15.050.
Baca Juga
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijaya Prasetyo mengatakan rupiah cenderung memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan banyak mata uang lain. Namun risiko resesi global masih menjadi faktor yang memicu kekhawatiran pasar mengenai ekonomi ke depan.
Frankie melanjutkan melemahnya mata uang rupiah terhadap dolar AS bisa memberikan keuntungan bagi sejumlah emiten, khususnya emiten komoditas yang memiliki volume ekspor yang besar.
Dia memberi contoh performa saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) yang ditutup menguat 9,82 persen ke posisi Rp33.000 per saham, begitu pula PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) yang menguat 7,34 persen dan mengakhiri perdagangan di level Rp3.950 per saham.
“Namun hal sebaliknya akan dialami emiten yang lebih banyak mengimpor, khususnya bahan baku untuk produksi, seperti emiten kimia dan produk turunan petrokimia. Juga emiten-emiten yang memiliki utang yang besar dalam mata uang asing, khususnya dolar AS,” jelasnya, Selasa (5/7/2022).
Senada, Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya mengataan sektor energi dan industri dasar menjadi yang paling diuntungkan dengan pelemahan rupiah, mengingat porsi ekspornya yang besar. Sementara itu, sektor farmasi dengan ketergantungan impor yang besar untuk bahan bakunya menjadi yang dirugikan dalam situasi ini.
“Kami rekomendasikan TINS, ADRO, ITMG, PTBA dengan target harga 10 persen,” katanya.