Bisnis.com, JAKARTA – PT Ashmore Asset Management Indonesia mengungkapkan beberapa sentimen negatif maupun positif yang mempengaruhi kinerja reksa dana di semester II/2022, termasuk kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) menghadapi tekanan global.
Direktur Ashmore Asset Management Steven Satya Yudha menjelaskan laju inflasi global dan domestik masih akan memegang peranan penting bagi pergerakan pasar modal. Demikian pula dengan tensi geopolitik antara Rusia-Ukraina, serta kebijakan zero covid di China.
“Menarik untuk dilihat adalah langkah Bank Indonesia untuk menyeimbangkan kebijakan moneter domestik dengan The Fed, mengingat spread di antara suku bunga domestik dan AS semakin menipis,” jelas Steven kepada Bisnis, Senin (4/7/2022).
Steven melanjutkan, pelemahan rupiah juga dapat menjadi katalis negatif bagi pasar saham dan obligasi.
Namun Steven berharap peningkatan konsumsi akibat pemulihan ekonomi domestik serta dampak positif dari kenaikan harga komoditas masih mampu mendorong kinerja pasar saham domestik tahun ini.
“Ekspektasi pertumbuhan laba emiten dapat mencapai 30 persen - 40 persen dengan kondisi harga komoditas saat ini,” kata Steven.
Baca Juga
Berdasarkan data Infovesta, sepanjang tahun berjalan hingga Jumat (1/7/2022), kinerja reksa dana saham terpantau memimpin pelemahan dengan terkoresi 2,97 persen year to date (ytd). Selanjutnya kinerja negatif juga dicatatkan oleh reksa dana pendapatan tetap yang turun 0,85 ytd.
Di sisi lain, kinerja reksa dana pasar uang secara stabil terus bergerak positif sehingga mencatatkan pertumbuhan 1,29 persen ytd, lalu disusul dengan reksa dana campuran yang tumbuh 0,61 persen ytd.
Sementara itu Steven mengungkapkan, di Ashmore Asset Management (Ashmore AM) secara keseluruhan strategi reksa dananya masih bekerja sesuai ekspektasi di semester awal 2022.
Dia menjelaskan beberapa mandat reksa dana saham Ashmore AM dengan strategi high conviction masih dapat mengungguli kinerja IHSG tahun ini. Untuk diketahui, kinerja reksa dana tercatat tumbuh 3,23 persen ytd hingga 1 Juli 2022.
Sedangkan untuk beberapa mandat reksa dana saham berbasis saham-saham berkapitalisasi besar ungkapnya turut mengalami tekanan seperti yang dialami pasar.
Di mana menurutnya, memasuki bulan Mei dan Juni terjadi pergeseran selera risiko investor menuju aset-aset yang lebih konservatif mengingat adanya potensi resesi yang terjadi di Amerika Serikat.
“Langkah The Fed yang menaikkan suku bunga acuan 125 basis poin (bps) dalam 2 bulan terakhir, disertai dengan Quantitative Tightening, meningkatkan risiko terjadinya resesi di AS dalam jangka menengah,” papar Steven.
Oleh sebab itu, jelasnya, Ashmore AM sejak awal bulan Juni 2022 telah meningkatkan kewaspadaan dalam portofolio, dengan melakukan profit taking pada beberapa sektor cyclical dan meningkatkan alokasi cash dalam portofolio.
Selanjutnya pada semester II/2022, Steven mengatakan menghadapi sentimen yang ada, perusahaannya mengatur strategi yang lebih defensif dengan alokasi dana yang lebih tinggi dalam portofolio.
Kemudian Ashmore AM ungkapnya juga mengalokasikan dananya pada sektor yang lebih defensif seperti consumer, telekomunikasi. Akan tetapi tetap melihat kesempatan pada sektor-sektor seperti perbankan dan komoditas.
“Secara keseluruhan kami tetap memiliki pandangan yang konstruktif di tahun 2022 terhadap pasar saham,” tutupnya.