Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah akan mengadakan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara pada Selasa (28/6/2022) besok, untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2022.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR Kementerian Keuangan, Senin (27/6/2022) seri yang akan dilelang adalah 1 seri Surat Perbendaharaan Negara – Syariah (SPN-S) dan 5 seri Project Based Sukuk (PBS).
Seri-seri tersebut adalah SPN-S 13122022 (reopening), PBS031 (reopening), PBS032 (reopening), PBS030 (reopening), PBS029 (reopening), dan PBS033 (reopening)
Terkait hal tersebut, Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, sejalan dengan sentimen positif dalam 2 - 3 hari terakhir, permintaan terhadap SBSN diprediksi akan cenderung meningkat. Hal ini juga didukung oleh sentimen dari APBN yang masih positif di bulan Mei.
“Hasil ini cenderung mempengaruhi ekspektasi penerbitan dari SBSN tersebut,” jelasnya saat dihubungi, Senin (27/6/2022).
Seiring dengan sejumlah sentimen yang positif, Josua memperkirakan permintaan pada lelang besok dapat menyentuh kisaran Rp20 triliun – Rp25 triliun. Ia mengatakan, kondisi anggaran yang positif juga dapat meningkatkan selera investor untuk mengambil tenor yang lebih panjang.
Baca Juga
Menurutnya, minat investor pada lelang besok akan tertuju pada SBSN seri PBS029 dan PBS033.
Sebelumnya, Handy Yunianto, Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas dalam risetnya menyebutkan, di tengah ketidakpastian perekonomian dunia, pasar obligasi Indonesia juga mengalami kenaikan yield akibat keluarnya aliran dana asing.
Namun, dukungan investor domestik untuk obligasi pemerintah yang tinggi membuat pasar obligasi Indonesia cukup resilien. Hal ini terlihat dari kenaikan yield obligasi pemerintah Indonesia yang relatif lebih kecil dibandingkan negara-negara emerging market lainnya.
Ia menjelaskan, dukungan investor domestik kepada obligasi pemerintah akan terus solid karena faktor likuiditas rupiah yang masih melimpah. Secara umum, terjadi pertumbuhan pada kredit perbankan sebesar 9 persen, namun Dana Pihak Ketiga (DPK) berupa tabungan, giro, dan deposito juga mengalami kenaikan yang lebih tinggi yakni sekitar 10 persen.
Hal ini menyebabkan tren loan-to-deposit ratio perbankan terus menurun, yang berarti sistem perbankan Indonesia memiliki likuiditas yang memadai,” jelas Handy.
Seiring dengan hal tersebut, suku bunga deposito terus mengalami penurunan, sehingga selisih antara bunga depoito dan yield SUN semakin melebar. Kondisi ini membuat dukungan investor domestik terhadap obligasi pemerintah Indonesia akan terus berlanjut.