Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Pasifik Menguat Pagi Ini, Bagaimana IHSG?

Bursa saham di Asia Pasifik, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Australia menguat pada awal perdagangan. IHSG pun diperkirakan melanjutkan penguatannya.
Investor mengamati papan perdagangan saham di sebuah kantor perusahaan sekuritas di Shanghai, China./ Qilai Shen - Bloomberg
Investor mengamati papan perdagangan saham di sebuah kantor perusahaan sekuritas di Shanghai, China./ Qilai Shen - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia bergerak menguat pada awal perdagangan hari ini, Senin (27/6/2022), meskipun investor banyak meragukan berapa lama pasar bearish dapat ditahan di tengah inflasi yang tinggi, pengetatan moneter, dan risiko inflasi.

Dilansir Bloomberg, indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang terpantau menguat masing-masing 0,71 persen dan 0,76 persen pada pukul 07.22 WIB. Sementara itu, indeks Kospi Korea Selatan melesat 1,12 persen dan S&P/ASX 200 Australia naik 1,43 persen.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan melanjutkan penguatan pada perdagangan hari ini.

CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan IHSG masih memiliki peluang untuk melanjutkan penguatan jangka panjang, mengawali perdagangan dalam pekan terakhir Juni 2022, sekaligus pekan terakhir semester I/2022.

“(Hal ini) mengingat capital inflow tercatat secara Ytd masih diatas 60 T, menunjukkan minat investor masih cukup besar untuk berinvestasi ke dalam pasar modal Indonesia,” tulis William dalam risetnya, dikutip Senin (27/6/2022).

Adapun kontrak indeks S&P 500 dan Nasdaq 100 bursa AS tergelincir setelah lonjakan lebih dari 3 persen di kedua indeks pada hari Jumat. Imbal hasil Treasury AS melemah dari level tertinggi pada Juni karena kekhawatiran pertumbuhan menjadi pusat perhatian, dengan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun berada di 3,13 persen.

Minyak mentah turun menjadi sekitar US$106 per barel di tengah kekhawatiran mengenai permintaan. Pelaku pasar juga memantau pertemuan KTT G7, yang diperkirakan menghasilkan komitmen untuk memberikan dukungan tanpa batas bagi Ukraina dalam pertahanannya melawan invasi Rusia.

Investor saat ini tengah mengurai data yang masuk untuk mengetahui apakah lonjakan inflasi akan mendekati puncaknya. Pekan ini akan diwarnai oleh data dari sejumlah negara, termasuk PDB AS dan data manufaktur China. Jika benar, hal itu bisa memberi pembuat kebijakan kelonggaran untuk meredakan kenaikan suku bunga yang tajam.

Di sisi lain, skenario yang lebih mengkhawatirkan adalah tekanan harga yang bertahan lama dan kebijakan yang lebih ketat bahkan ketika ekonomi global goyah.

"Ada perasaan bahwa segala sesuatunya tidak seburuk yang kita kira akan terjadi. Ada harapan bahwa mungkin saham sudah oversold, mungkin tidak akan ada resesi," kata pendiri Pepper International, Carol Pepper, dilansir Bloomberg, Senin (27/6/2022).

Presiden Federal Reserve Bank of San Francisco Mary Daly mengatakan pada hari Jumat bahwa dia mendukung kenaikan suku bunga 75 basis poin lagi pada bulan Juli. Sementara itu, Presiden Fed Bank of St. Louis James Bullard mengatakan kekhawatiran resesi AS cenderung berlebihan.

Di sisi lain, Rusia gagal membayar surat utang negara dalam mata uang asing untuk pertama kalinya dalam satu abad. Hal ini akibat puncak dari sanksi Barat yang semakin keras yang menutup jalur pembayaran.

AS, Inggris, Jepang, dan Kanada juga berencana mengumumkan larangan impor emas dari Rusia selama KTT G-7.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper