Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Dibuka Menguat, Amerika Resesi?

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka menguat 0,13 persen pada perdagangan Rabu (22/6/2022) dan berpotensi bergerak fluktuatif.
Uang dolar dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (26/4/2022) Bisnis/Himawan L Nugraha
Uang dolar dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (26/4/2022) Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu (22/6/2022) pukul 09.05 WIB dibuka menguat di level Rp14.832 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (22/6/2022) nilai rupiah terhadap dolar AS hari ini menguat 19,5 poin atau setara 0,13 persen.

Sedangkan indeks dolar AS di pasar spot hari ini juga terpantau menguat 0,18 persen atau 0,187 poin ke level 104,622.

Mengutip data Bank Indonesia, kurs transaksi dolar Amerika Serikat pada Rabu (22/6/2022) mematok harga jual Rp14.878,02 sedangkan harga beli senilai Rp14.729,98.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan dalam risetnya, mata uang rupiah rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif.

“Namun berpotensi menguat tipis saat penutupan perdagangan di kisaran Rp14.790 hingga Rp14.840 per dolar AS,” jelas Ibrahim, Rabu (22/6/2022).

Sementara itu, Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang memproyeksikan pergerakan rupiah terhadap dolar AS akan berada di kisaran Rp14.760 hingga Rp14.835.

Sejumlah mata uang di Asia Pasifik dibuka dengan penguatan, antaralain dolar Singapura sebesar 0,18 persen, dolar Taiwan 0,13 persen, won Korea 0,18 persen, yuan China 0,36 persen, dan baht Thailand 0,35 persen.

Adapun mata uang yang terdepresiasi hari ini yaitu yen Jepang yang sebesar 32 persen. Yen Jepang sedang mengalami koreksi terdalam yang memecahkan rekor dalam 24 tahun terakhir.

Analis OCBC Sekuritas Hendy Andrean menyatakan dalam riset hariannya pada Rabu (22/6/2022), indeks utama di Amerika Serikat melonjak pada perdagangan kemarin setelah beberapa pekan mengalami penurunan.

Amerika Serikat kini tengah menghadapi kemungkinan resesi yang lebih besar daripada sebelumnya, menurut tim ekonom Goldman Sachs Group Inc.

Alasannya, jalur pertumbuhan baseline yang kini semakin rendah, serta adanya kekhawatiran bahwa The Fed akan merespon inflasi utama yang tinggi. Selain itu, ekspektasi inflasi konsumen akan terjadi apabila harga energi naik ke depannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper