Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah menuju level Rp16.211 pada Jumat (26/4/2024).
Mengutip data Bloomberg, rupiah melemah 23,50 poin atau 0,15% menuju level Rp16.211 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS juga melemah 0,02% menuju posisi 105,57.
Adapun mata uang lain di kawasan Asia mayoritas dibuka melemah. Won Korea melemah 0,02% diikuti ringgit Malaysia sebesar 0,05%, dan yuan China turun 0,08%. Adapun peso Filipina serta rupee India melemah 0,11% dan 0,01%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif, tetapi ditutup menguat di 16.150 – 16.200 per dolar AS hari ini.
Sebelumnya, dia mengatakan beberapa data ekonomi yang dirilis pada pekan ini akan memberikan banyak isyarat mengenai jalur suku bunga Federal Reserve atau The Fed.
Data produk domestik bruto AS pada kuartal pertama, semisal, bakal menunjukkan apakah ekonomi terbesar di dunia ini tetap tangguh pada awal 2024. Namun, pasar akan lebih menyoroti indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE).
Baca Juga
“Yang lebih diawasi adalah data indeks harga PCE ukuran inflasi pilihan The Fed yang akan dirilis pada hari Jumat,” kata Ibrahim dalam riset harian, dikutip Jumat (26/4/2024).
Data indeks harga PCE, yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, kemungkinan memiliki dampak lebih besar, mengingat data ini berkaitan langsung dengan prospek suku bunga.
Selain itu, tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi AS mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari perkiraan. Sejalan dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.
Akibatnya, investor global memindahkan portofolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.
Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat guna memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia.
Di sisi lain, pertemuan Bank of Japan (BOJ) mendatang juga menjadi fokus utama. Bank sentral Jepang ini diperkirakan mempertahankan suku bunga pada hari ini, menyusul kenaikan suku bunga bersejarah pada Maret lalu.
Namun, pelemahan yen baru-baru ini, ditambah dengan ekspektasi upah dan inflasi yang lebih tinggi membuat pelaku pasar waspada terhadap sinyal hawkish dari BOJ.
BOJ pun berpotensi menaikkan prospek inflasi dan mengulangi rencana untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut pada tahun ini.