Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom mengatakan setelah The Fed mengumumkan hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) di hari ini, Kamis (16/6/2022), pasar modal Indonesia, baik saham atau IHSG, rupiah, dan yield Surat Utang Negara (SUN) mampu menguat.
Setelah pertemuan FOMC, The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps). Selain itu, The Fed juga menyampaikan perubahan proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat.
Chief Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan, The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga The Fed Fund Rate sebesar 75 bps menjadi 1,75 persen pada rapat FOMC bulan ini.
“Kenaikan suku FFR tersebut mempertimbangkan kondisi di pasar tenaga kerja AS yang masih ketat serta inflasi AS yang juga masih cenderung tinggi,” kata Josua kepada Bisnis, Kamis (16/6/2022).
Meskipun demikian, Josua menyampaikan Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan komentar bahwa ke depannya The Fed akan mempertimbangkan perkembangan inflasi AS dalam menentukan arah suku bunga kedepannya apakah menaikkan 50 bps atau 75 bps.
Selain itu, The Fed juga merilis proyeksi indikator ekonomi AS dimana The Fed menurunkan proyeksi pertumbuhan AS serta menaikkan proyeksi tingkat pengangguran AS dalam 3 tahun mendatang.
Baca Juga
“Setelah pernyataan Powell tersebut, dollar index, yang mengukur kinerja dolar AS terhadap mata uang utama cenderung melemah diikuti dengan penurunan yield US Treasury,” kata Josua.
Sementara itu, nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini terpantau menguat tipis ke level Rp14.730 dan yield SUN tenor 10 tahun juga terpantau cenderung menguat ke level 7,4 persen yang sebelumnya sempat menyentuh level 7,5 persen.
Kemudian untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang hari ini bergerak di zona hijau dan ditutup menguat 0,62 persen sehingga parkir ke level 7.050,33.
Sementara di dalam negeri, Josua memperkirakan Bank Indonesia (BI) untuk menormalisasi suku bunga acuan dalam rentang 50 - 75 bps hingga akhir tahun ini.
Josua mengatakan, sesuai dengan pernyataan BI dalam Rapat Dewan Gubernur BI beberapa bulan terakhir, di mana BI mempertimbangkan inflasi fundamental sebagai indikator utama dalam menentukan arah kebijakan moneter kedepannya.
Meskipun inflasi umum diperkirakan akan berada di atas level 4 persen hingga akhir tahun ini,
Dia menyebutkan, BI akan mempertimbangkan untuk menormalisasi suku bunga acuannya pada semester II tahun 2022 ini.
Menurut Josua, kenaikan inflasi hingga saat ini ini lebih dipengaruhi oleh supply side inflation sehingga inflasi fundamental belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Namun Josua menyampaikan, BI juga perlu tetap menjangkar ekspektasi inflasi yang didorong oleh second round effect dari kenaikan supply side inflation.
“Oleh sebab itu, hingga akhir tahun ini BI diperkirakan akan mempertimbangkan untuk menormalisasi suku bunga acuannya sebesar 50-75 bps dalam rangka menjangkar ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” tutup Josua.