Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tingkat Inflasi AS Sentuh Rekor 40 Tahun, Pelaku Pasar Waspada

Pelaku pasar mengantisipasi peluang kenaikan suku bunga yang lebih agresif dari The Fed menyusul lonjakan inflasi AS yang berada di luar ekspektasi.
Pengunjung beraktivitas di depan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (23/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung beraktivitas di depan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (23/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Tingkat inflasi Amerika Serikat yang mencapai level tertinggi dalam 40 tahun pada Mei 2022. Hal ini memberi tambahan tekanan pada pasar modal Tanah Air.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan kenaikan inflasi AS yang berada di luar ekspektasi memperbesar peluang kebijakan suku bunga yang lebih agresif dari The Fed.

“Efeknya tentu seperti sebelumnya, pasar khawatir dan memperkirakan The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan tingkat suku bunga dan kemungkinan besar memang akan dinaikkan,” kata Nico ketika dihubungi, Minggu (12/6/2022).

Data inflasi Mei menunjukkan kenaikan di luar ekspektasi. Indeks harga konsumen naik 8,6 persen secara tahunan dibandingkan dengan 8,3 persen pada April 2022 dan merupakan kenaikan terbesar sejak 1981.

Kenaikan ini tak lepas dari harga energi yang melonjak 34,6 persen dibandingkan dengan tahun lalu dan merupakan kenaikan terbesar sejak 2005. Inflasi inti yang tidak termasuk barang pangan bergejolak dan energi naik 0,6 persen dibandingkan dengan April 2022 dan 6 persen secara tahunan.

Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) dijadwalkan digelar pekan ini pada tanggal 14—15 Juni 2022. Jika kebijakan kenaikan suku bunga hasil pertemuan Juni dan Juli 2022 tidak bisa meredam inflasi, Nico memperkirakan suku bunga sampai akhir tahun bisa lebih tinggi dari target 2,5—2,75 persen.

“Jika kenaikan suku bunga The Fed sampai Juli tidak memberikan dampak apa-apa, tentu mereka akan kembali menaikkannya. Di sisi lain saat tingkat suku bunga naik terlalu cepat, ada kekhawatiran berpotensi terjadi resesi ini yang membuat investor makin cemas,” tambahnya.

Perkembangan inflasi dan kebijakan moneter Negeri Paman Sam hampir pasti berdampak ke pasar Indonesia. Bank Indonesia yang telah mempertahankan tingkat suku bunga di level 3,5 persen diyakini akan mengikuti jejak The Fed setidaknya pada paruh kedua tahun ini, setelah inflasi tahunan RI mencapai 3,55 persen pada Mei 2022.

“Kalau ada kenaikan inflasi lagi di Juni—Juli, BI berpotensi akan mulai menaikkan suku bunga di kuartal III/2022 untuk menjaga daya tahan investasi di Indonesia. Kalau tidak, konsekuensinya stabilitas pasar terganggu di tengah pasar global yang bergejolak,” kata Nico.

Dalam situasi pasar dengan volatilitas tinggi, Nico mengatakan saham-saham di sektor komoditas dan energi tetap bisa menjadi pilihan investor meski harga mulai memperlihatkan perlambatan. Dia juga mengatakan saham di sektor consumer cyclical bisa menjadi pilihan karena peluang membaiknya perekonomian dan daya beli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper