Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Naik ke US$112 per Barel, Shanghai Mau Longgarkan Lockdown

Harga acuan minyak mentah melanjutkan serentetan ayunan liar mereka, dengan minyak mentah Brent dan WTI naik hampir US$5 per barel dalam rentang beberapa jam.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak acuan global rebound dari kerugian dua hari dalam sesi yang bergejolak pada akhir perdagangan Kamis (19/5/2022) waktu setempat, didukung oleh pelemahan dolar AS.

Lonjakan harga minyak juga dipicu ekspektasi bahwa China berpotensi melonggarkan lockdown yang dapat meningkatkan permintaan.

Mengutip Antara, Jumat (20/5/2022), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli terangkat US$2,93 atau 2,7 persen, menjadi menetap di US$112,04 per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juni bertambah US$2,62 atau 2,4 persen, menjadi ditutup di US$112,21 per barel.

Harga acuan minyak mentah melanjutkan serentetan ayunan liar mereka, dengan minyak mentah Brent dan WTI naik hampir US$5 per barel dalam rentang beberapa jam, pulih dari kerugian awal minggu ini.

"Pasar sangat fluktuatif. Pasar bereaksi terhadap semua jenis berita utama yang berbeda dari jam ke jam, dan pergerakan di pasar minyak dari hari ke hari semakin dibesar-besarkan," kata Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, di Houston. 

Di China, investor mengamati dengan cermat rencana untuk melonggarkan pembatasan akibat virus Corona mulai 1 Juni di kota terpadat Shanghai, yang dapat menyebabkan kenaikan permintaan minyak dari importir minyak mentah utama dunia.

Pasar minyak juga rebound karena dolar melemah. Indeks dolar secara luas turun satu persen pada Kamis setelah kenaikan baru-baru ini. Patokan minyak sering bergerak terbalik terhadap dolar karena sebagian besar transaksi minyak mentah global ditangani dalam dolar, sehingga kenaikan greenback membuat minyak mentah lebih mahal bagi importir besar.

Namun, kenaikan minyak mentah terbatas, dengan Brent dan WTI diperdagangkan dalam kisaran sempit karena jalur permintaan yang tidak pasti. Investor khawatir tentang kenaikan inflasi dan tindakan yang lebih agresif dari bank-bank sentral, telah mengurangi eksposur ke aset-aset berisiko.

"Brent tampaknya disematkan di atas US$100 tetapi saya pikir risiko resesi dan semua kekhawatiran tentang permintaan China membatasi kenaikan dan akan terus berlanjut," kata Kepala Penelitian Makro Minyak dan Gas Enverus, Bill Farren-Price, di London.

Kemungkinan larangan Uni Eropa atas impor minyak Rusia telah mendukung harga. Bulan ini Uni Eropa mengusulkan paket sanksi baru terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina, yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus.

Upaya itu akan mencakup larangan total impor minyak dalam waktu enam bulan, tetapi langkah-langkah tersebut belum diadopsi, dengan Hongaria di antara kritikus paling vokal dari rencana tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper