Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan sebaiknya menerbitkan surat utang pada fase awal kenaikan suku bunga global sebelum risiko pasar yang akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan.
Chief Investment Officer STAR AM Susanto Chandra mengatakan kenaikan imbal hasil (yield) SUN juga akan diikuti dengan peningkatan bunga obligasi korporasi yang akan diterbitkan oleh perusahaan atau obligor.
Menurutnya, untuk memperoleh dana dengan biaya efisien, perusahaan dapat memanfaatkan momentum pelemahan pasar saat ini untuk menerbitkan obligasi. Hal ini mengingat peningkatan suku bunga global masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.
Selain itu, perusahaan juga sebaiknya sudah memiliki strategi yang tepat baik dalam penerbitan maupun penggunaan dananya. Menurutnya, di tengah volatilitas pasar seperti saat ini, alokasi penggunaan dananya sebaiknya untuk jangka waktu yang tidak terlalu panjang.
“Apabila timeline penggunaan dana belum jelas atau masih terlalu lama, penerbitan obligasi tersebut akan meningkatkan beban perusahaan,” katanya saat dihubungi, Rabu (11/5/2022).
Sementara itu, investor perlu memperhatikan sejumlah hal sebelum masuk ke pasar obligasi korporasi. Investor sebaiknya memilih obligasi korporasi yang memiliki peringkat atau rating utang yang baik.
Baca Juga
“Potensi bisnis juga perlu diperhatikan agar perusahaan yang dipilih memiliki kinerja yang optimal di tengah tren peningkatan suku bunga,” pungkasnya.
Sebelumnya, riset dari Infovesta Utama menyebutkan, langkah The Fed akan menimbulkan tekanan pada pasar obligasi Indonesia. Kebijakan tersebut ditempuh the Fed dilakukan demi menetralisir kondisi inflasi AS.
Kondisi pasar surat utang Indonesia akan semakin dibebani oleh inflasi Indonesia yang diprediksi melonjak. Potensi kenaikan inflasi diatas 3% akan menjadi salah satu dorongan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan, mengikuti arah kebijakan the Fed.
Lebih lanjut, faktor kondisi geopolitik Rusia-Ukraina yang belum mereda dan imbal hasil obligasi AS (US Treasury) yang menarik juga menjadi sentimen negatif bagi pasar obligasi Indonesia.
“Oleh karena itu, sebaiknya para pelaku pasar untuk sementara menghindari investasi pada instrumen ini sampai imbal hasil naik di level yang cukup menarik untuk masuk kembali,” demikian kutipan laporan tersebut.